Prosesi Sebelum Perkawinan
Sebelum masa perkawinan pihak laki-laki sudah diharuskan mempersiapkan keperluan dan kebutuhan apa saja yang akan di butuhkan, seperti perlengkapan dan tempat dimana perkawinan itu akan dilaksanakan. Dan khusus untuk calon pengantin wanita 40 hari sebelum upacara perkawinan sudah dilakukan ritual “dipinggit” yang dimana calon mempelai wanita dilarang meninggalkan rumah dan biasanya dilakukan perawatan tubuh dengan:
- meminum jamu ramuan Madurauntuk perawatan kulit menggunakan:
- bedak penghalus kulit
- bedak dingin
- bedak mangir wangi
- bedak kamoridhan
- bedak bida,
- menghindari makanan yang mengandung air seperti buah-buahan nanas, mentimun, papaya
Saat Perkawinan
Pada tahap ini adalah tahap yang paling utama, busana pengantin juga sudah disiapkan khusus agar lebih menarik perhatian di banding tamu-tamu yang akan menghadiri upacara perkawianan tersebut. Pada saat pernikahan calon laki-laki menggunakan beskaik blangkon, kain panjang yang didampingin orang tua, pini sepuh serta sanak keluarga lainnya. Sedangkan untuk calon wanita menggunakan kebaya dan kain panjang. Upacara akad nikah dilaksanakan dan dipimpin oleh penghulu dengan dua orang saksi yang diawali dengan doa-doa pemanjat puji syukur kepada Allah. S.W.T lalu dilanjutkan dengan pengucapan ijab qobul yang disaksikan para undangan dan memberikan seserahan mas kawin Al-Qur’an dan sajadah sebagai mas kawin selanjutnya dengan syukuran bersama.
Upacara mengghar bhalabhar (buka pintu dengan melewati tali)
Pada hari H, pengantin pria datang ke rumah pengantin wanita sambil ditemani oleh seseorang yang pintar menembang dan berteka-teki. Tugasnya untuk memimpin acara. Dalam bahasa Madura orang ini disebut bhud jangga (pujangga). Acara dilakukan sebelum pengantin pria memasuki halaman rumah pengantin wanita.
Di pintu masuk telah dibentangkan tali yang sudah digan tungkan berbagai jenis makanan dan buah-buahan. Tali ini disebut bhalabar. Pengantin pria dan pujangga pun duduk di bawah tali itu. Lalu pujangga akan bernyanyi atau menembang yang isinya adalah memberitahukan kalau rombongan sudah tiba. Di pihak pengantin wanita juga telah disiapkan seorang pujangga untuk menjawab sehingga terjadilah dialog dan tanya jawab. Jumlah tali yang direntangkan bukan hanya berjumlah satu, bahkan sampai tiga. Bila setiap pertanyaan dijawab dengan betul maka satu persatu tali akan terlepas sampai akhirnya pintu akan terbuka agar pengantin pria bisa masuk. Tahap kedua, pengantin pria harus melewati “ujian” dalam acara mekalabah. Pada prosesi ini utusan pengantin pria diharuskan melakukan uji ketangkasan dengan utusan pihak wanita. Orang yang telah ditunjuk dari masing-masing pihak akan mempertunjukkan kebolehannya bermain silat di medan laga sambil diiringi bunyi alat musik khas daerah. Tetapi pada akhirnya utusan dari pihak wanita diharuskan menyerah kalah pada utusan sifat pihak pria sehingga sebagai pemenang, pengantin pria boleh melanjutkan perjalanannya menemui pengantin wanita.
Upacara pangi (pertemuan kedua pengantin)
Menyongsong kedatangan pengantin pria, maka pengantin wanita akan didudukkan di atas sebuah baki menghadap ke pela minan, tetapi posisinya membelakangi pengantin pria. Selanjutnya dengan berjalan jongkok, pengantin pria akan datang menghampiri istrinya untuk memutar baki tersebut sehingga keduanya dapat saling berhadapan. Setelah itu pengantin pria memegang ubun-ubun sang istri sambil mengatakan “Ba’na tang bini, sengkok lakena ba” yang artinya “Kamu adalah istriku dan aku adalah suamimu”. Dengan posisi seperti menyembanh pada suami, istri lalu menjawa “engghi” yang artinya “iya”.
Kemudian acara dilanjutkan dengan tradisi pengantin pria melemparkan sejumlah uang ke dalam suatu wadah yang berada di dekat pengantin wanita. Wadah ini lalu diperebutkan oleh utusan pihak wanita sehingga terbukalah jalan bagi pengantin pria untuk membawa pasangannya ke pelaminan. Selanjutnya diadakan acara ngocor yaitu pemberian doa restu kepada kedua pengantin yang dilakuka oleh kedua pihak keluarga dan sesepuh. Caranya dengan memercikkan air bunga ke atas ubun-ubun keduanya sambil disertai doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk memohon keselamatan
Lalu sehabis acara itu sang pengantin laki-laki diantar pulang dahulu dan kembali lagi untuk melaksanakan resepsi. Tata rias pengantin Di Desa Tebang Kacang ada 3 macam yaitu:
1. Resepsi Malam Pertama
Pada malam hari resepsi pertama kedua pengantin akan diantar kedalam pelaminan. Kemudian dilanjutkan dengan upacara muter duleng yaitu pengantin wanita duduk bersila pada sebuah baki besar dengan membelakangi arah datangnya pengantin pria. Lalu pengantin pria akan berjalan jongkok menuju pengantin wanita dan memutar baki sampai berhadapan dengan artian bahwa pengantin pria sudah siap memutar roda rumah tangga. Sesudah itu pengantin pria akan memegang dan mengusap-usap embun pengantin wanita dengan mengucap “aku adalah suamimu dan engkau adalah istriku” kemudian pengantin wanita diajak ke pelaminan dengan menggunakan pakain adapt (lega)
2. Resepsi Malam Kedua
Pada resepsi malam kedua pengantin akan menggunakan pakaian adat kaputren.
3. Resepsi Malam Ketiga
Lalu pada resepsi malam ketiga pengantin akan menggunkan rias lilin dengan kebaya putih dengan hiasan melati menandakan kesucian dan merupakan malam pertama untuk pengantin. Dan pada hari keempat pengantin sudah melakukan kunjungan ke luarga mertua dan sanak familli dan tidak lupa pengantin akan mendapatkan ontalan yaitu pemberian uang dan ucapan “selamat menempuh hidup baru”.
Laki-laki Jawa Perempuan Madura Prosesi Adat (Lamaran)
Prosesi lamaran merupakan tahap yang dilakukan sebelum perkawinan berlangsung, yaitu sang calon pengantin laki-laki akan mendatangi kediaman calon pengantin wanita yang bertujuan untuk memastikan bahwa sang calon pengantin wanita bersedia menikah dengan sang calon pengantin pria. Biasanya di suku Jawa di dahului dengan adanya:
Calon pengantin laki-laki bersama keluarganya (orang tua, saudara orang tua, saudaranya, keponakan, kakek dan neneknya) serta ikut dalam lamaran. Dalam lamaran itu mereka membawa seperangkat alat untuk calon pengantin perempuan seperti kain bayak, jarit, slendang, sandal sepatu jinjit, pakaian dalam, dan kue bolu, buah-buahan.
Dalam lamaran percakapannya tentang perkenalan antar keluarga, tujuan dating untuk meminang anak, dan penentuan hari ketika calon pengantin perempuan datang ke calon pengantin laki-laki.
Prosesi Sebelum Perkawinan
Keduanya calon laki-laki maupun calon perempuan dilarang bepergian jauh. Mempersiapkan untuk pernikahan dari gedung hingga pakaian adat pengantin.
Saat Perkawinan
Kedua pengantin bertemu untuk melaksanakan ijab Kabul dengan pakaian pengantin yang telah ditentukan yaitu pakaian pengantin adat Jawa. Laki-laki memakai jarit, jas pengantin, blang kon, dan sandal slop, sedangkan perempuan memakai konde, kebaya, jarit, dan sandal slop. Dengan pakain warna senada jika putih perempuan putih yang menandakan masih suci. Setelah ijab qobul selesai dilanjutkan acara menyambut tamu yang ada di depan. Kalo dalam Islam yaitu pesta pengantin untuk menyambut tamu artinya pengumuman bahwa mereka sudah menjadi pasangan yang syah setelah ijab qobul. Pengantin dengan memakai baju senada pula untuk ganti pakaian tentunya tidak warna putih lagi yaitu warna merah, kuning. Sebelum keduanya duduk di mimbar perkawinan ada adat upacara cucuk lampah yaitu pertemuan pengantin laki-laki dan perempuan yang masing-masing diantar kelurganya untuk dipertemukan di mimbar. Ada proses injak telur yaitu laki-laki menginjak telur kemdian perempuan membersihkan kakinya
laki-laki setelah injak telur dengan air yang dicampur bunga, siram beras kuning, kemudian keduanya di tarik dengan slendang dengan bapak pengantin perempuan kemudian didudukkan di mimbar. Setelah masing-masing duduk kedua dengan di dampingi kedua orang tuanya masing-masing mereka duduk bersama di mimbar dengan disaksikan banyak tamu undangan. Dilanjutkan pengantin untuk saling mendulang dan meminumkan satu sama lain. Setelahnya kedua pengantin untuk saling menyembah meminta doa restu pada kedua orang tuanya masing-masing secara bergantian. Ada adat memangku seorang bapak dari pengantin memangku ke dua pengantin. Kemudian dilanjutkan pertanyaan ibunya ‘abot endi pak?’(berat mana pak), jawab seorang bapak “podo abote bu..” (sama beratnya bu). Terakhir dilanjutkan sesi foto-foto bersama keluarga dan para tamu.
Konstruksi Perkawinan Beda Etnis Adaptasi dan Tumbuh di Lingkungan Baru
Lingkungan yang baru di antara ke dua pengantin merupakan tantangan baru karena ada keluarga baru yang membutuhkan penyesuain dari kebiasaan lingkungan itu, jangan sampai tidak mengetahui kebiasaan, adat istiadat, bahasa, budaya yang ada di lingkungan baru.
Lingkungan yang baru ini merupakan tantangan bagi pe ngantin laki-laki maupun pengantin perempuan yang sudah disatukan ijab qobul. Tantangan yang paling berat adalah harus bisa bahasa Madura mau atau tidak mau karena itu merupakan bahasa keseharian mereka walaupun sekali-kali mereka memekai bahasa Madura. Sebaliknya juga bahasa Jawa mereka harus belajar bahasa Jawa juga karena ketika berbicara dengan orang tua harus memakai Jawa terkesan lebih sopan santun dari pada memakai bahasa Indonesia.
Kebiasaan yang lain bisa disesuaikan dengan mengenal keluarga pengantin satu dengan pengantin yang lainnya, menjadi imam yang taat. Memahami jika setiap malam Jumat orang Madura membakar menyan sebenarnya merasa terganggu dengan baunya menyan tapi mau gak mau tidak bisa dihindari karena hal itu sudah menjadi kebiasaan orang Madura dalam keluarganya.
Adaptasi Lingkungan Masyarakat dengan Berkomunikasi
Penyesuain dengan lingkunagan baru di masyarakat, kenda lanya adalah memang bahasa ketika harus berbaur dengan masya rakat yang ada dilingkungan sekitar. Kebiasaan orang Madura setiap malam Jumat mereka mengadakan pengajian dengan anjang sana secara bergantian, di situlah tempat bercengkerama dengan masyarakat sekitar. Pada awal tetap memakai bahasa Indonesia lama kelamaan harus menyesuaikan dengan berkomunikasi memaki bahasa Madura. Proses yang lama untuk dilalui. Sebaliknya bahasa Jawapun demikian.
Selain pengajian, juga ada aktivitas kerja bakti bersama ma syarakat setempat bagaimana kita berintaraksi satu dengan yang lainnya selain memakai bahasa non verbal, juga memakai bahasa verbal yaitu memakai bahasa Madura dan bahasa Jawa. Tujuannya adalah lebih bisa menyatu dan bisa menghargai bahasa terkesan lebih akrab dan dekat dengan masyarakat sekitar.
Selain aktivitas kerja bakti demikian juga aktivitas berjamaah di masjid sebenarnya minim adanya komunikasi tetapi non verbal di sini yang lebih berperan. Dan tentunya aktivitas lain yang saling bertemu dan bersapa dijalanan ketika mereka saling bertemu sama lain di lingkungannya.
Adaptasi Komplek dan Dinamis
Mengetahui keluarga baru dan lingkungan masyarakat baru memang membutuhkan penyesuain yang komplek dan proses yang dinamis, untuk pencapain hasil yang maksimal. Agar keluarga satu sama lain juga saling dekat begitu pula dengan masyarakat yang ada dilingkungan tersebut. Memahami adat istiadat, bahasa, budaya, orang Madura maupun orang Jawa agar bisa beradaptasi secara baik. Dan yang jelas tidak menciptakan suatu konflik. Jika berkawin dengan orang Madura jangan pernah selingkuh atau naksir dengan orang Madura karena Carok yang akan terjadi bukan sekali itu saja tetapi sampai tujuh turunan hal itu harus diketahui oleh Laki-laki Jawa maupun perempuan yang berkawin dengan orang Madura. Karena perempuan Madura sangat di junjung tinggi berangkat dari kisah Joko Tole dan Dempo Awang. Yaitu Dempo Awang berusaha menakhlukan Madura dan berusaha menggauli perempuan Madura. Tindakan itu berarti perempuan Madura akan kehilangan keperawanannya sehingga Joko Tole membela mereka. Idiologi yang berakar pada budaya malu (todus) pada akhirnya memunculkan konsep “carok”, karena bagi masyarakat Madura ‘e tembeng pote mata a ngo’an poteya olang’ (daripada hidup menanggung malu lebih baik mati berkalang tanah). Pada pertempuran itu Joko Tole pada akhirnya menang dan keperawanan perempuan Madura bisa diselamatkan.