Nuansa bangunan kuno begitu kental dengan ukiran motif bunga dan lambang-lambang perjuangan saat mengusir penjajah. Salah satu nisan makam ada yang berbentuk mahkota kerajaan. Ini merupakan sebagai simbol seseorang yang masih keturunan pemimpin. Juru kunci makam Achmad Yahya mengatakan Raden Abdul Kadirun merupakan tokoh penting dalam sejarah Bangkalan, bahkan merupakan seorang pemimpin atau Bupati pertama yang berjuang melawan penjajah belanda.
Raden Abdul Kadirun merupakan keturan Ratu Ibu, yang terletak di Arosbaya. Yahya menambahkan, Raden Abdul Kadirun yang bergelar Sultan Cakra Adiningrat II ini juga masih mempunyai garis keturunan dengan Brawijaya. “Beliau mempunyai 16 orang anak, saat ini masih ada keturunannya dan sering nyekar ke komplek makam ini,” terang pria sepuh ini.
Komplek makam tersebut, bisa dikatakan merupakan komplek makam keluarga. Hampir seluruh kerabat Sultan disemayamkan di sini. Bahkan, istri tercinta Sultan yakni R. Ayu Masturah atau Ratu Ajunan, beserta beberapa orang putranya disemayamkan secara bersebelahan dan berada dalam satu cungkup. Komplek makam bagian dalam yang dibangun sejak 1848 tertera jelas didominasi kultur Jawa.
“Berdasarkan pengakuan para ahli warisnya, Sultan masih keturunan Jawa dan senang wayang kulit,” ungkap Yahya. Sementara itu, Muadzin Masjid Agung Bangkalan, Supardi mengatakan, jumlah pengunjung masjid dan komplek makam terus meningkat. Kebanyakan ingin beritikaf atau mengkhatamkan Alquran.
Sehingga, ketika Pangeran Cakraningrat I dan Raden Maluyo, ayahanda Pangeran Tronojoyo, gugur di medan pertempuran membela kedaulatan Mataram saat terjadi pemberontakan oleh Pangeran Alit, ternyata Sunan Amangkurat I memilih mengangkat Raden Undagan yang juga paman Pangeran Tronojoyo sebagai raja di Madura Barat dengan gelar Cakraningrat II.