Pertahanan di Sumenep tak hanya ada diwilayah-wilayah strategis perkotaan dan pintu masuk menuju kota, namun juga dilakukan diwilayah sekitar peraian Sumenep tepatnya di Kalianget. Setelah Batalyon V Resimen 35, Kompi II yang dipimpin oleh Letnan Salamon kembali dari Kamal, ditempatkan di Pabrik Garam Kalianget, kala itu yang menjabat sebagai Kepala Pabrik adalah R. Andana Sasmito. Letnan Salamon ditugaskan untuk mengamankan Pabrik Garam yang merupakan Perusahaan yang sangat vital. Letnan A. Afandie sebagai Cie I dan merangkap sebagai Kepala Staf Cie, Kopral Abd. Mannan sebagai perlengkapan dan Sersan Mayor Moh. Saleh sebagai juru bayar/Keuangan.
Kesatuan Laskar Rakyat yang ada di Kalianget pada waktu itu adalah Cie Angkatan Laut RI dibawah pimpinan Sabidin, sedangkan Laskar Buruh Indonesia (LBI) dibawah Osman Polontalo Dan pemasangan trekbom dilakukan oleh Ganie dibawah pengawasan Kapten Sahur. Dan barisan Pesindo dipimpin oleh RP.Agil.
Pada waktu terjadi pertempuran yang sengit di Kalianget. Belanda memuntahkan peluru meriam kapalnya ke pertahanan pantai Kalianget sejak jam 14.00 sampai jam 16.30, akhirnya tentara Belanda dengan kapal-kapalnya kembali ke lautan lepas. Korban di pihak pejuang hanya ada beberapa orang terluka, diantaranya dari TRI dan LLRI. Karena itu sektor IV Kalianget dan Prenduan terhindar dari pendudukan tentara Belanda.
Pertahanan Kalianget waktu itu dibagi dua : Kalianget timur ditugaskan kepada Laskar Laut (dulu: ALRI darat ), sedang Kalianget barat ditugaskan kepada Cie Salamon dibantu oleh Pesindo dan LBI. Pengamanan sendiri dilakukan di dalam Pabrik Garam, karena waktu itu pabrik Garam menyediakan bahan makanan kepada pasukan yang bertugas di medan juang. Pada hari Jumat sekitar jam 10.00 secara tidak terduga sebelumnya sebuah kapal Destroyer milik Belanda dari arah selatan “Kèsong” (pangkalan kereta api pengangkut garam yang menjorok kelaut) bergerak menuju pelabuhan Kalianget, sasarannya adalah Pelabuhan Kertasada dan Tambangan.
Melihat kapal Destroyer Belanda mendekati pantai maka Laskar Rakyat menembakkan senapan mitraliur dari darat, dari posisi sebelah timur juga terdengar suara tembakan watermantel. Sedangkan regu penembak adalah Sudarmo, Sabidin, Malik dan kawan-kawan yang kesemuanya orang Kalianget. Senjata 12,7 yang diangkut dari Sumenep ke Kalinget, oleh Laskar Rakyat ditembakkan secara berpindah-pindah sebanyak delapan kali yang ditujukan kepada kapal Destroyer Belanda. Dengan demikian Belanda menyangka bahwa pihak Pejuang mempunyai senjata 12,7 sebanyak delapan unit, sehingga pihak Belanda tidak punya keberanian untuk mendaratkan kapalnya di pelabuhan Kalianget.
Disamping itu Kota Sumenep, tepatnya di alun-alun kota juga dijaga oleh para Pejuang bersenjata sisa dari prajurit Batalyon IV yang bermarkas di Tangse (KODIM sekarang) dibawah pimpinan Mayor R. Abd. Madjid, dan Moh. Gasim selaku Komandan Kompi dengan membuat pertahanan di dalam lubang-lubang buatan. Di kantor-kantor Pemerintahan dan bangunan besar juga dijaga oleh para Pejuang bersenjata. Dengan tujuan untuk menjaga kemungkinan dan bilamana Belanda akan menduduki Sumenep maka bangunan-bangunan tersebut akan dibumihanguskan. Kota Sumenep, dapat dikatakan setiap hari ada serangan udara dari pihak Belanda. Pejuang yang ada di alun-alun tepat di depan Mesjid Jamik selalu mengadakan perlawanan dengan menembak pesawat Belanda tersebut, sekalipun senjatanya hanya senapan biasa dan mitraliur.