Sekitar satu bulan lamanya Bupati Joyonegoro bertahan di Ngabetan keberadaan benteng ini diketahui oleh Dewa Raga penguasa Madura di Gresik tersebut menyerbu markas Bupati Gresik maka korban berjatuhan tidak dapat dihindarkan dalam pertempuran tidak ada yang mengalah sehingga diadakan gencatan senjata. Maka Bupati Joyonegoro dan pasukannya bertahan mundur kembali ke Kedungsekar dan membuat benteng pertahanan di Kedungsekar pula. Sementara itu pihak pasukan Madura membuat persinggahan sementara di Dusun Bogomiring.
Datang balabantuan tentara dari pulau Madura ke Bogomiring setelah merasa kuat meninggalkan benteng pertahanan menuju benteng pertahanan Bupati Joyonegoro di Kedungsekar. Pasukan Gresik yang dibantu pasukan Ponorogo mempertahankan Kedungsekar dari serangan tentara Madura. Ternyata pasukan Madura mengalami kesulitan untuk mendekati benteng Kedungsekar karena disekitar benteng adalah areal persawahan ditambah lagi sungai disekitar persawahan mempersulit gerak pasukan Madura. Ketika pasukan Madura mencoba mendekat ke Kedungsekar pasukan Gresik dengan mudah menghadangnya, akhirnya pasukan Madura memutuskan untuk mengurungkan niatnya merebut benteng Kedungsekar.
Kabar kegagalan pasukan Madura untuk menghancurkan benteng Kedungsekar ini membuat penguasa Madura marah maka segera menambah pasukannya namun demikian Joyonegoro dan pasukannya masih terlalu sulit untuk dikalahkan walaupun dengan jumlah pasukan Gresik tidak lebih sedikit dibanding pasukan Madura.
Penguasa Madura selanjutnya mengumpulkan para hario dan panji yang terkenal sebagai jawara-jawara perang. Demang Dewa Raga yang semula hanya memantau dari jauh jalannya perang diperintahkan oleh Cakraningrat IV agar memimpinin langsung perang sedangkan pasukan tidak diperkenankan meninggalkan medan perang kecuali dalam keadaan sakit dan luka-luka. Para hario dan panji berangkat menuju Kedungsekar namun perang sudah berkobar yang mengakibatkan pasuakan Madura kocar-kacir.