Paparan di atas menegaskan bahwa pesantren merupakan modal budaya sekaligus modal sosial dalam mengembangkan bahasa Madura. Pengalaman pesantren dalam pergumulannya dengan bahasa Madura adalah usaha memanfaatkan bahasa Madura itu sendiri secara maksimal, dengan sejumlah daya dukung yang cukup besar —terutama kapitalisme-cetak.
Pengalaman pesantren memperlihatkan bahwa bahasa Madura memainkan peran sosial dan intelektual yang sangat penting di dunia santri dan masyarakat Madura secara umum. Bahwa di lingkungan pesantren bahasa Madura digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, bahasa ilmu, dan bahasa sastra, cukuplah itu untuk menunjukkan adanya hubungan dan jaringan sosial (masyarakat Madura) yang relatif luas, yang sebagiannya terbentuk lewat bahasa Madura itu sendiri. Pada titik inilah pesantren telah memupuk modal budaya sekaligus modal sosial bagi kemungkinan pengembangan bahasa Madura ke depan, dalam batas-batas yang mungkin dilakukannya.
Dengan memperhatikan modal budaya dan modal sosial pesantren dalam mengembangkan bahasa Madura, yang pastilah merupakan bagian dari bagan bahasa Madura secara umum, kita melihat sebuah usaha kultural pelembagaan bahasa Madura di tengah keterbatasan dan tuntutan yang sesungguhnya kurang mendukung bagi pelembagaan bahasa Madura itu sendiri. Pada hemat saya, sampai sekarang pun, pelembagaan itu lebih didorong oleh pertimbangan-pertimbangan praktis tinimbang pertimbangan strategis dan kesadaran diskursif. Bagaimanapun pesantren pada akhirnya dihadapkan pada pilihan-pilihan rasional di tengah tuntutan sosial dan intelektual yang kian luas dan kompleks, dimana kemampuan berbahasa merupakan salah satu barometer utamanya.
Maka itu, setelah pesantren secara kultural menjadi medan negosiasi bahasa Madura —dan negosiasi itu belum selesai— dengan dukungan infrastrukturnya dalam bagan sosial-ekonomi-budaya, diperlukan sinergi dengan berbagai kekuatan sosial, politik, dan birokrasi negara guna mendorong pelembagaan dan pengembangan bahasa Madura itu sendiri. Dengan sinergi berbagai kekuatan sosial —pesantren dengan pengalamannya dalam bergulat dengan bahasa Madura, lembaga pendidikan, lembaga-lembaga bahasa dan kebudayaan Madura, birokrasi negara, dll.— itu, bahasa Madura akan mampu memecahkan kesulitan-kesulitannya sendiri. Pada saat yang sama, ia akan menyokong pertimbangan-pertimbangan praktis dengan kesadaran diskursif tentang pentingnya melestarikan sekaligus mengembangkan bahasa Madura itu sendiri, tidak hanya sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, melainkan juga sebagai bahasa ilmu, bahasa sastra, dan lain-lain. Tidak hanya sebagai bahasa lisan, tetapi juga sebagai bahasa tulis. Amien. Salam.***
Pondok Cabe, Desember 2008
Makalah disampaikan pada Kongres I Bahasa Madura 2008 di Pamekasan, Madura, 15-19 Desember 2008. http://jamaldrahman.wordpress.com/
Tulisan bersambung:
- Bahasa Madura dan Dunia Santri: Negosiasi yang Belum Selesai,
- Bahasa Madura Sebagai Ilmu,
- Pesantren Modal Pengembangan Bahasa Madura,
- Pesantren Modal Pengembangan Bahasa Madura, baca: