Kembali pada kisah Raden Bagus Hasan, pembatasan santri tersebut kemungkinan memang juga berdasar petunjuk. Diceritakan oleh beberapa keluarga Loteng Raden Bagus Hasan pernah ditegur langsung oleh Rasulullah SAW melalui mimpi karena bersikap keliru.
Ceritanya pada suatu waktu, putra sulung beliau Sayyid Raden Bagus Muharrar sedang shalat sunnah. Bersamaan dengan itu datang utusan dari guru sekaligus kakeknya, Raden Ario Atmowijoyo (Tearjha Atmo). Utusan itu menghadap Raden Bagus Hasan dan mengatakan bahwa Raden Bagus Muharrar dipanggil Tearjha Atmo. Diterangkan bahwa Gus Muharrar ini memang santri kesayangan Tearjha Atmo.
Lalu oleh Gus Hasan, utusan tersebut disuruhnya menunggu sampai Gus Muharrar selesai shalat sunnah. Namun ternyata Gus Muharrar membatalkan shalat sunnahnya dan memenuhi panggilan Tearjha Atmo. Melihat itu Gus Hasan menegur putranya bahwa hal itu tidak benar, karena telah membatalkan shalat meski hanya shalat sunnah demi memenuhi panggilan manusia. Lalu dijawab oleh Gus Muharrar, “saongghuna Kai (ayah), tatakrama ka’dinto e attassa pangabhakte”, artinya “sesungguhnya ayah tatakrama itu diatasnya berbakti”.
Mendengar itu Gus Hasan marah dan tetap menyalahkan Gus Muharrar. Menurut Gus Hasan membatalkan shalat tidak bisa dibenarkan meski dipanggil guru. Bahkan sekalipun gurunya sudah berpangkat waliyullah. Namun meski begitu Gus Muharrar tetap memenuhi panggilan gurunya. Lalu pada malam harinya Gus Hasan bermimpi didatangi oleh Rasulullah SAW.
Dalam mimpi beliau, Rasulullah bersabda bahwa apa yang dilakukan Gus Muharrar itu tidak salah, dan Rasul juga memberitahu bahwa pada saat itu posisi wali quthb disandang oleh Tearjha Atmo. Setelah itu Gus Hasan sadar dan justru meminta maaf pada Gus Muharrar dan Tearjha Atmo. Dari situ Gus Hasan melihat kelebihan putranya yang bisa lebih mengetahui jati diri gurunya. (R B Moh Farhan Muzammily)