Setelah masa Pangeran Kornel, sekitar akhir abad ke-sembilan belas, Loteng berubah menjadi pusat belajar pengetahuan agama Islam. Loteng beralih fungsi menjadi sebuah pesantren kecil namun berpengaruh besar. Hal itu tidak bisa lepas dari peran tokoh-tokohnya yang merupakan sosok-sosok ‘alim besar dan kharismatik.
Seperti yang diketahui, keraton Sumenep dinasti Bindara Saot (Shout) memang berasal dari kalangan tokoh ‘alim di bidang agama. Mulai dari Bindara Saot, Panembahan Sumolo (Asiruddin), hingga Sultan ‘Abdurrahman Pakunataningrat memang dikenal sebagai al-‘alimul ‘allamah. Hal itu bisa dibuktikan dengan diantaranya peninggalan beberapa kitab bertuliskan arab, seratan langsung tangan keramat raja-raja tersebut.
Ditambah dengan adanya hubungan perbesanan antara keraton dengan keluarga keturunan al-‘Arifbillah Kiyai ‘Ali Barangbang (Kalimo’ok Kecamatan Kalianget), yaitu pernikahan cucu perempuan Sultan dengan Sayyid Kiyai Muharrar putra Kiyai Daud Barangbang, geliat keilmuan agama menjadi semakin kuat. Lalu muncullah tokoh-tokoh agama kalangan keraton yang ‘alim dalam berbagai disiplin agama, terutama tashauf, fiqh, dan tauhid. Seperti cucu Sultan ‘Abdurrahman yang bernama Raden Ario Atmowijoyo (dikenal dengan sebutan tearjha Atmo), cucu menantunya Sayyid Kiyai Muharrar (Raden Miftahul ‘Arifin) bin Daud, Kiyai Hambal (Raden Bagus Miftahul ‘Arifin II) bin Muharrar bin Daud, dan lain-lain. Bersamaan dalam periode tokoh-tokoh tersebut selanjutnya muncullah pondok pesantren yang kemudian dikenal dengan sebutan Pesantren Loteng.
Pengasuh pertama pesantren ini ialah cucu menantu Pangeran Kornel sekaligus salah satu putra Sayyid Muharrar bin Daud, yakni Sayyid Raden Bagus Hasan (Ahsan). Secara genealogi, Raden Bagus Hasan termasuk golongan saadah (kata jama’ dari sayyid, sebutan bagi keturunan Rasulullah SAW). Di maqbarah (kubur) beliau di Asta Tinggi, terukir nasab beliau, Hadzal qubur al-‘alim as-Sayyid Hasan bin al-‘arifbillah Muharrar bin Daud bin ‘Abdul ‘Alim bin Abbas bin Muban bin Syits bin ‘Ali (Zainal ‘Abidin, Kiyai Candana) bin Khathib bin Pangeran Musa bin Qasim (Susuhunan Drajat) bin Syarif Ahmad Rahmatullah (Susuhunan Ampel).