Pra Kongres Budaya Madura di Sumenep, Ada Apa Denganmu?

Menggairahkan Komunitas Budaya

Kegairahan kelompok budayawan dalam menekuni bidang profesinya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berkenaan dengan wawasan dan pandangan filosofis yang bersangkutan dengan dunia budaya maupun dengan motivasi yang melatarbelakanginya dan mendorong untuk menghasilkan karya budaya. Adapun faktor eksternal berkaitan dengan sejumlah akibat yang timbul setelah karya budaya itu diterbitkan: seberapa banyak karya budaya itu dicetak (tiras), bagaimana penyebarannya kepada masyarakat pembaca, apakah nominalnya terjangkau atau sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat, seberapa jauh tema (kualitas karya) yang disajikan dapat menarik minat para (calon) pembeli atau pembaca dan seterusnya.

Dari rentetan pertanyaan diatas dapat dilihat seberapa jauh korelasi antara minat baca dan tingkat apresiasi masyarakat terhadap karya budaya dengan daya beli masyarakat. Upaya meningkatkan daya beli masyarakat jelas bukan merupakan bagian tujuan pembinaan budaya. Yang relevan dengan upaya pembinaan ialah upaya menumbuhkan dan meningkatkan apresiasi  masyarakat terhadap karya budaya. Kegiatan pembinaan yang paling mungkin dan dapat dilakukan ialah melalui pengajaran di sekolah. Sekolah (siswa) merupakan bagian (unsur) yang paling dekat untuk diberi (diajarkan) tentang apresiasi budaya. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, kerap dihadapkan dalam posisi “gamang”, yaitu lemahnya guru pengajar dalam memahami dan mengikuti perkembangan kesusasteraan Indonesia dan daerah. Akibatnya pengajaran budaya hanya melingkar-lingkar dalam pusaran teks buku pelajaran.

Tentang kegiatan pembinaan yang menyangkut kelompok budayawan dapat dikemukakan dua hal: pertama, hubungan budayawan dengan penerbit dan kedua hubungan antara sesama budayawan sendiri. Menyangkut hal yang terakhir ini dapat diamati melalui pertanyaan ada atau tidak adanya wadah atau organisasi profesi kesasterawanan atau kepengarangan. Dalam menghadapi berbagai urusan atau tuntutan yang menyangkut publisitas karya, organisasi bisa menjadi alternatif jalan keluar dan bahkan mampu menembus media-media diluar batas kemampuan budayawan sendiri. Demikian pula penghargaan kepada budayawan, merupakan bagian rangsangan dalam membangun kekuatan karya yang besar lagi, meski hal ini kerap terjadi dualisme pengertian dari masing-masing sudut pandang para budayawan.

Responses (3)

  1. Mengadakan Kongres Budaya Madura, harus dilakukan secara transparan, ini menyangkut karakter masyarakat Madura yang terbuka

  2. saya minat untuk ikut serta dalam seminar, tolong saya di kabari karena saya punya hasil riset PERMUKIMAN MASYARAKAT SUKU MADURA DALAM PERANTAUN obyek kasus di Gunung Buring Malang, no hp 081805194169

    1. Masalah Kongres Budaya Madura, masih dalam pertanyaan besar bagi seniman/budayawan Madura. Selama ini infonya pasang surut, karena sebagaimana Kongres Budaya sebelumnya, masih belum mewakili kepentingan fenomana budaya Madura, dan hasilnyapun tidak menunjukkan eksyen yang diharapkan sebagaimana rekomendasi yang dihasilkan. Dan menjelang Kongres Budaya selanjutnya tampaknya cenderung masih melingkar-lingkar ke kepentingan politik. “Kami para seniman/budayawan juga belum mendapat info yang pasti. Untuk sementara tulisan anda bila berkenan akan kami muat di Lontar Madura. Email: lontar_madura@yahoo.com. Terima kasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.