Demikian juga, sejumlah lembaga perguruan tinggi membangun lembaga-lembaga kajian bahasa dan sastra Madura, termasuk Balai Bahasa Surabaya yang selama ini banyak berperan aktif. Namun semua itu tentu tidak cukup dan muat memberikan konstribusi terhadap persoalan kebahasaan dan kesasteraan Madura, kecuali masyarakat (warga) Madura sendiri memahami dan menghargai betapa pentingnya memperlakukan bahasa dan sastra Madura, sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat dan berbudaya.
- Bahasa Madura, Sebagai Fenomena
Bahasa merupakan alat komunikasi, berfikir dan media penyambung pergaulan, sekaligus sebagai alat kesatuan sebuah masyarakat. Dengan bahasa akan membentuk rasa berbangsa dan bernegara, menjadi bagian dari etnik pengguna bahasa. Karena dengan bijak menggunakan bahasa daerah (Madura) berarti sama artinya memperhatikan dan turut menjaga jati diri daerahnya.
Karena pentingnya kedudukan dan fungsi bahasa, maka bahasa Madurapun dituntut untuk dijaga eksistensi dan konsistensinya, yaitu:
- Bahasa daerah yang digunakan oleh orang Madura ditujukan sebagai alat komunikasi, alat berfikir, alat mewujudkan hasil berfikir, serta menyatakan indentitas sebagai orang Madura;
- Hidup dan berkembang dalam tata perikehidupan orang-orang Madura;
- Haruslah dilestarikan dan dikembangkan dalam usaha memperkaya khasanah perbendaharaan bahasa Indonesia dan kebudayaan nasional;
- Berfungsi sebagai lambang kebanggaan, indentitas, ciri, peradaban dan alat komunikasi dalam keluarga, masyarakat dan pergaulan;
- Bahasa Madura tergolong memiliki massa penutur besar, karena penuturnya banyak dan menyebar di sejumlah gugusan pulau di nusantara, yang juga memiliki tradisi sastra;
Tetapi kenyataan yang berkembang, diantara penutur bahasa Madura tampaknya mulai banyak kurang diperhatikan, misalnya:
- Pengaruh lingkungan
- Pola hidup dan pola komunikasi dalam keluarga, dominan lebih prestisius bila menggunakan bahasa Indonesia;
- Berkembangnya bahasa Madura pasaran, sehingga terjadinya campur aduk dan rancunya penngunakan kosa kata yang sebenarnya;
- Pengaruh ekonomi; makin tinggi tingkat economi sebuah keluarga, cenderung makin meningkat pula pergaulan diluar komunitasnya;
- Pengaruh budaya; makin tingginya volume masyarakat luar masuk wilayah Madura, makin tinggi pula pola kehidupan masyarakat dalam membangun komunikasi;
- Lemahnya kontrol masyarakat, institusi masyarakat, lembaga pemerintah, lembaga pendidikan dan para ahli (pakar) terhadap fenomena yang terjadi;
- Image bahasa Madura dianggap kurang ngepop, ngadhisae, katrok, terbelakang dan dianggap kurang pas sebagai bahasa pergaulan, sehingga akibatnya sebagaian kalangan penutur bahasa Madura merasa malu (biasanya dari kalangan menengah pendidikan, perantau pendidikan) di luar Pulau Madura;
- Kecenderungan sebagian masyarakat, dirasa lebih komunikatif, bebas bicara tanpa diikat oleh ondhagga basa bila menggunakan bahasa Indonesia;
- Adanya berbagai kasus (baca: kriminal) dengan keterlibatan orang Madura, sehingga kadang banyak pihak (orang Madura) menutup-nutupi indentitas diri sebagai orang Madura;
- Makin menghilangnya tradisi sastra Madura;
- Pengaruh bahasa daerah dari luar (sebut: bahasa Jawa), yang dibawa oleh para pendatang dari Jawa di Madura, kerap ditiru oleh orang Madura, sehingga pengucapan bahasa Madura kerap dipadukan dengan masa pendatang tersebut; Realitas di lapangan, orang Madura sangat trampil dan fasih belajar dan menggunakan bahasa daerah luar (Jawa) dibanding orang luar belajar bahasa Madura. Hal ini merupakan nilai tersendiri bahwa orang Madura sangat adaptif menghadapi siapa saja, termasuk penggunaan bahasa.
- Tumbuhnya gejala diglosia dikalangan penutur dwibahasa, yaitu pengguna bahasa tersebut akan mengambil salah satu bahasa, tetapi lebih tinggi daripada yang lain, sehingga bahasa dengan prestise yang tinggi, akan menang dalam percaturannya;
- Kurangnya media. Di Madura tidak ada media cetak (majalah, surat kabar) berbahasa Madura, kecuali “Jokotole” terbitan Balai Bahasa Surabaya, meski dalam hal oplah terbatas. Demikian pula media online, hanya dapat dihitung dengan jari saja yang mencoba menayangkannya.
- Serta persoalan lainnya yang perlu dicermati bersama;
Dari persoalan tersebut, akibatnya indentitas bahasa Madura sebagai kekuatan wilayah budaya Madura, lambat laun akan terkikis oleh perubahan-perubahan yang terjadi. Dan terlalu naif bila pada akhirnya jati diri orang Madura itu, kehilangan makna dan falsafahnya “rampak naong, beringin korong” sementara hingga sampai saat ini kebijakan pemerintah di Madura belum menyentuh pada substansi pembinaan, pengembangan dan pelestarian bahasa Madura, sebagai bahasa kesatuan masyarakat Madura.
Artikel bersambung;