Nunuk Giari Murwandani
Wujud Komunikasi dan Akulturasi Budaya Madura, Cina Dan Belanda Pada Arsitektur-Interior Keraton Sumenep
Sifat meniru bukanlah hal yang tidak mung-kin dalam kebudayaan, akan tetapi merupakan sifat dari masyarakat dimanapun juga. Alfre Vierkandt seorang sosiolog terkenal berkata, “Die Nachamung ist eine der Wichtigsten Grundslagen fur die Erhaltung der Kultur”, artinya peniruan adalah salah satu sendi yang penting dalam perkembangan kebudayaan.
Pertemuan antara dua kebudayaan akan terjadi komunikasi pada kedua kebudaya terse-but, dan membawa akulturasi. Kebudayaan yang kuat dan atau dianggap baik biasanya mewarnai kebudayaan satunya. Bahkan dapat terjadi bah-wa dua kebudayaan saling berakulturasi, saling -mempengaruhi antara kebudayaan imigran dengan kebudayaan pribumi, yang pada akhir-nya akan melahirkan suatu kebudayaan baru.
Kebudayaan baru tersebut bisa berupa norma-norma, perilaku, bahasa maupun kesenian, dian-taranya seni arsitektur. Adanya kebudayaan baru hasil akulturasi menunjukan peran komunikasi sangat vital dalam mendorong suatu proses akulturasi budaya. Proses komunikasi antara budaya Madura, Cina dan Belanda, yang telah berlangsung cukup lama, terjadi berbagai penyesuaian antara bu-daya satu dengan budaya lainnya sehingga menghasilkan akulturasi budaya baru.
Proses akulturasi budaya di Madura dimulai ketika pengaruh kerajaan Hindu dan Islam dari Jawa masuk ke Madura yang akhirnya menjadi cikal bakal budaya Madura. Pada perkembangan berikutnya masuklah budaya Cina yang dibawa oleh para imigran dan menghasilkan budaya Madura ditambah Cina. Sedangkan proses akul-turasi yang selanjutnya terjadi ketika kerajaan Sumenep berada di bawah kekuasaan Belanda, pada saat itulah terjadi akulturasi antara budaya Madura ditambah Cina dengan budaya kolonial (Barat), sehingga terlahir budaya baru yang sekarang terlihat pada bentuk arsitektur-interior keraton Sumenep. Secara skematis proses akulturasi tersebut dapat terlihat pada bagan 1 berikut ini: