Realitas dinamika tradisi Sumenep mengalami fenomena sosial yang mengaktualisasikan dan mentransformasikan konsepsi konsepsi yang cukup menyimpang dari esensi citra diri kehidupan sosial budaya masyarakat Madura. Seperti yang telah disampaikan oleh Rasul Junaidy, bahwa “pada dasarnya terdapat paling tidak tiga citra masyarakat Madura, yaitu kesopanan, kehormatan dan agama Islam. Tradisi apa dan yang bagaimana menjadi pioner penyimpangan citra diri masyarakat madura, sehingga secara masif akseleratif transformasi konsepsi yang berkembang dalam tatanan masyarakat Sumenep mengelending begitu cepat ? Disini mungkin tidak semua dipaparkan, tetapi gejala yang lending di tengah masyarakat Sumenep menjadi paradigma yang perlu direkonstruksi dan semestinya masyarakat secara dini mampu memproyeksikan gerakan kultur sosial-relegiusitasnya ke arah yang lebih kosmopolit-proyektif, diantaranya :
1. Tradisi masyarakat/tamu membawa oleh oleh atau memberi uang kepada calon jemaah haji saat sajarah/ziarah, bahkan dilakukan kembali saat jamaah haji tersebut datang. Umat Islam yang menunaikan haji pertanda secara umum memiliki kemampuan materiil/ekonomi. Seharusnya tidak lagi menerima pemberian dari tamu, apakah sarareh merupakan bentuk mempererat silaturrahmi. Diperparah lagi dengan tradisi maraknya konvoi sepeda motor dan mobil tiap masa kedatangan jemaah haji untuk mengiringi jamaah haji pulang ke rumah. Tradisi ini selain mubazir karena menghambur hamburkan uang untuk sekedar pengganti bensin peserta konvoi, kadangkala peserta remaja yang mengendarai sepeda motor sering ugal ugalan di jalan, apalagi tanpa memakai helm. Selain akan mengganggu pengguna jalan/pengendara lain, akan memunculkan dekontruksi psikologis dan keimanan jamaah haji menjadi karakter yang riya’ juga sombong. Tetapi tradisi ini dianggap wajar oleh sebagian warga sebagai euforia setahun sekali saat jemaah haji datang.
