Revitalisasi Budaya Madura di Tengah Arus Global

Belum lagi yang bersifat illegal seperti VCD porno maupun majalah porno. Kedua barang ini meskipun dinyatakan illegal oleh pemerintah, namun keberadaannya sungguh mudah didapat. Agaknya razia-razia yang dilakukan oleh dinas pemerintah yang terkait permasalahan ini, tidak dapat menanggulangi secara total penyebaran kedua macam media ini.

Akar dari permaslahan-permasalahan di atas adalah realitas ketiga yakni gelombang besar pola hidup hedonis-materialis. Inilah panglima yang menggusur nilai-nilai luhur agama dan budaya kita. Berpikir, bertindak hingga pandangan hidup hedonis-materialis mengutamakan kesenangan hidup duniawi dengan penguasaan materi (harta) sebagai alat untuk meraihnya. Tak peduli dengan nilai-nilai agania dan budaya, yang penting senang dan menang.

Walhasil dari ketiga realitas ini pada kaum muda (alam hal ini juga di Madura) tampak dalam ekspresi pola hidup mereka. Meski tidak semuanya, lihatlah bagaimana mereka berpakaian, bertutur hingga bergaul dengan teman sebayanya. Mereka tidak asing dengan pola baju modis yang sedang ngetrend meski kadang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya madura. Dari cara bertutur, perhatikan bagaimanan mereka lancar menggunakan istilah-istilah gaul dikalangan mereka. Namun cobalah ajak mereka bercakap-cakap menggunaka bahasa madura pada tingkat enggi-bunten, pastilah sebagian besar mereka tergagap-gagap. Perhatikan pula saat mereka berpesta merayakan budaya-budaya global yang diimpor dari barat seperti pesta ulang tahun, pesta tahun baru atau pesta yang bulan pebruari baru-baru ini dirayakan yakni Valentine Day. Dan sekali lagi coba tanyakan apakah mereka tahu budaya lokal seperti kerraban sape, sape sono ‘, saronen, mamaca/macopat, topeng dhalang, rokat tase’, pangantan legha, pangantan dhuk­remmek dan budaya lain yang tak mungkin dipaparkan semuanya di sini.

Budaya-budaya lokal madura tersebut jelas mengusung muatan nilai-nilai luhur sebagai pengejawantahan dari nilai-nilai yang dianut masyarakat Madura. Namun kita semua sadar terdapat suatu stereotype negatif yang melekat pada orang madura seperti carok. Walau kasus carok kadang mendapat pembenaran dari beberapa tindak kekerasan di Madura, data statistik mutakliir menunjukkan keCenderungan penurunan kasus carok. Tentulah hal ini menggembirakan kita, bagaimanapun penyelesaian konflik secara kekerasan (baca= carok) bukanlah cara­cara yang bijak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.