Oleh Musyafa’ Arifin *)
Pengertian dan Peristiwa Adat Robo’an Tola’ Bala’
Menurut orang Madura kata Robo’an diambil dari bahasa Arab, yang artinya Rabu. Rabu sendiri mempunyai arti atau pengertian yaitu empat (hari). Jadi secara keseluruhan Robo’an digambarkan sebagai “bumi”, dimana bumi bentuknya bulat dengan persegi empat, dengan mempunyai empat penjuru yaitu timur, selatan, barat dan utara. Keempat penjuru dengan penjabarannya bahwa manusia mempunyai tempat tinggal yang berbeda-beda, baik itu di des, kota, kampung, bukit dan sungai.
Asal-usul Adat Robo’an dilaksanakan secara turun-temurun oleh nenek moyang suku Madura, baik itu di Madura sendiri ataupun suku Madura perantau, (suku Madura Rantau Panjang). Awal mulanya suku Madura masuk Desa Rantau Panjang, mereka selalu melakukan adat Robo’an Tola’ Bala’’ ini hingga sampai sekarang. Alasan mengapa mereka mengadakan adat ini, supaya tidak terjadi mala petaka atau dengan kata lain sebagai penangkal bermacam-macam penyakit dan bencana. Adat ini biasanya dilakukan setiap kali seseorang atau sekelompok orang akan mendiami suatu tempat yang baru.
Menurut sejarah adat Robo’an Tola’ Bala’’ sangat erat kaitannya dengan agama, khususnya agama Islam. Setiap adat-adat yang dianut orang Madura hampir semuanya berdasarkan Kitab Al-Quran dan dalam pelaksanaannya atau proses penyiapan adat-adat tesebut. Tidak terlepas dari pengertian di atas adat Robo’an sangat erat kaitannya dengan agama khususnya agama Islam. Peristiwa terjadinya adat Robo’an Tola’ Bala’’ dikarenakan, pada hari rabu terakhir di bulan safar tahun Hijriah Allah SWT telah menurunkan bermacam-macam penyakit dan bala. Menurut sejarah para Ulama yang dikutib dalam Al-Quran, pada waktu itu sekitar 320.000 macam penyakit yang menimpa masyarakat. Penyakit-penyakit itu antara lain :
- Penyakit yang bersifat jasmaniah yaitu perilaku seseorang yang berubah dari yang sopan menjadi yang tidak sopan, kurang menghargai, sering menyakiti perasaan orang lain, dll.
- Penyakit yang bersifat rohaniah Yaitu penyakit yang bersifat mengotori hati, sehingga menimbulkan perbuatan-perbuatan tercela. Misalnya : memfitnah, dengki, mengadu domba, ambisi kepada derajat dan pangkat, sombong, ingin dipuji, dll. Dengan demikian Untuk menghindari supaya bencana atau bala itu datang kembali, maka nenek moyang orang Madura mengadakan upacara adat Robo’an tersebut.