Hubungan Tausiyah dengan Adat Robo’an Tola’ Bala’’
Kata Tausiyah yang artinya adalah petunjuk, atau yang biasanya disebut orang Madura adalah “pitodu”. Datangnya Tausiyah melalui para Alim Ulama, Kiyai atau orang yang mempunyai ahli marifat. Hal ini biasanya terjadi sebelum bencana datang, baik itu berupa mimpi, bisikan ataupun melalui, ayat-ayat Alkuran. Setelah mendapat petunjuk tersebut, para alim ulama, kiyai yang mendapat petunjuk itu segara menyebarluaskan petunjuk tersebut kepada sesepuh masyarakat dan mereka menyebarluaskan berita tesebut kepada seluruh masyarakat. Selain itu ada juga Tausiyah yang bersifat menyusul. Isi tausiyah yang bersifat menyusul yaitu seperti akan datang gempa bumi, tanah lonsor kemarau panjang yang disertai dengan bermacam-macam penyakit. Untuk menangkal bencana itu, mereka harus mengadakan adat selamatan, yang biasanya adat ini dilakukan atau dilaksanakan setiap satu tahun sekali.
Hubungan Adat Robo’an dengan Konflik
Adat Robo’an Tola’ Bala’’ sangat erat kaitannya dengan konflik, dimana dengan adanya upaya pencegahan supaya jangan terjadi konflik, satu-satunya hal yang harus dilakukan masyarakat setempat adalah adat Robo’an Tola’ Bala’’. Turnnya bala’ yaitu pada hari rabu terakhir di bulan safar tahun hijriah karena setiap pekerjaan dan perbuatan manusia tidak terlepas dari pengawasan Allah SWT. Allah maha mengetahui juga maha penyayang bagi alam semesta. seperti terjadi konflik, krusuhan antar etnis yang berlainan suku. Kalau kita renungi dan hayati dengan secara mendalam manusia kadang-kadang tidak sadar terhadap tingkah lakunya sendiri, yang benar-benar dianggap salah dan yang salah dianggap benar, sehingga menimbulkan gejolak. Dan apabila gejolak tidak kita padamkan akan menimbulkan bermacam-macam malapetaka bagi kita. Bahkan tidak tertutup kemungkinan timbulnya konflik berkepanjangan yang menimbulkan pengungsi besar-besaran.
Konflik Hanya Menghasilkan Penderitaan Bagi Orang Lain yang Tak Tahu Apa-Apa.
Konflik juga membawa bencana yang cukup besar antaralain faktor ekonomi, karena tidak tutup kemungkinan akan terselit dalam hati seseorang untuk balas dendamterhadap orang-orang yang telah menghancurkan hidupnya. Dan apabila hatiseseorang sudah dirasuki penyakit dendam, maka orang tersebut akan mengeluarkan sifat aslinya, bisa saja dalam bertindak anarkis brutalisme dan lebih lagi bertindak kekerasan. Padahal kekerasan bukanlah akhir penyelesaian yang baik, melainkan akan membawa kita ke jurang kebinasaan / kehancuran.
Beberapa Kali Terjadi Konflik Di Kal-Bar
Tercatat dalam sejarah bahwa terjadinya konflik di Kalbar sebanyak lima kali kejadian.
- pada tahun 1967 telah terjadi konflik antar etnis pribuni dan non pribumi, yaitu suku Dayak dan suku Cina
- pada tahun 1972 juga terjadi kerusuhan antar etnis yang menimbulkan penderitaan bagi orang lain. Dan terutama bagi mereka yang menyaksikan kejadian itu, konflik yang terjadi dilakukan oleh dua kelompok etnis yaitu Suku Madura dan Suku Daya di daerah Samalantan.
- pada tahun 1977 juga terjadi kerusuhan antara suku Dayak dan Madura di daerah mandor.
- pada tahun 1997 juga terjadi kerusuhan antara suku Dayak dan Madura di daerah sanggau ledo.
- pada tahun 1999 juga terjadi kerusuhan antara suku madura dan Melayu di kabupaten sambas, sehingga satu sisi diusir dengan berbagai cara dan menimbulkan pengengsian besar-besaran.
- sebab-sebab terjadinya konflik yang pertama kecemburuan / kesenjangan sosial.
Faktor ekonomi krisis moral sehingga menimbulkan brutalisme dan penjaraan juga kurang mendekatkan diri pada agama. Karena apabila kurang dekat kepada agama maka akan menimbulkan sifat-sifat anarkis brutalisme seperti kasus sanggau ledo, kasus sambas dan banyak kasus-kasus lainnya.
Tulisan bersambung
- Robo’an: Adat Tola’ Bala’ Suku Madura Rantau Panjang
- Adat Robo’an Digunakan Menangkal Konflik
- Peranan Wanita Dalam Adat Robo’an