Berawal dari Nyadhar
Menurut H Obet, secara garis besarnya, tradisi di kawasan empat desa serumpun di Kalianget ini ada tiga. Yakni rokat dhisa (desa: Indonesia), rokat tase’ (petik laut), dan Nyadhar.
“Cuma kalau nyadhar itu pusatnya di desa Kebundadap, kecamatan Saronggi,” kata kepala desa dua periode ini.
Berdasar cerita turun-temurun, Nyadhar bercikal bakal pada wejangan Onggosuto, sang penemu garam agar manusia tidak lupa pada Sang Pemberi rejeki. Kata Nyadhar sendiri berawal dari nadzar Onggosuto jika pada tanggal dan bulan panas matahari (musim kemarau) tahun pertama dari berhasilnya usaha garam tetap memberikan hasil, akan melakukan upacara tanda syukur.
Tata cara Nyadhar seperti yang diajarkan Onggosuto sangat bernuansa Islami. Seperti syarat bahwa Nyadhar tidak boleh dilakukan sebelum tanggal 12 Rabi’ul Awwal atau hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Syarat lain, bahwa selamatan Nyadhar tidak boleh melebihi besarnya selamat Maulid Rasul. Di samping itu juga ada syarat bahwa peserta Nyadhar terlebih dulu diwajibkan untuk merayakan Maulid Nabi SAW sebelum merayakan Nyadhar.
“Jadi tetap pada koridor agama,” tambah Obet.
Berawal dari Nyadhar ini, tradisi rokat dan petik laut ini muncul. Tradisi ini terus hidup dan melekat dalam rutinitas tahunan masyakarat kawasan ini. “Makanya dalam tradisi Nyadar itu, salah satu ritualnya harus dilakukan di Pinggirpapas. Karena memang di sinilah kampung halaman dan kediaman Onggusuto,” pungkas Obet. (m. farhan muzammily)