Sajak-Sajak Penulis Madura

Dalam antologi ini saya temui juga bebarapa sajak yang tidak semata-mata merupakan ekspresi individual jiwa penulisnya, tetapi juga renungan-renungan terhadap pengalaman batin penulis. Contoh yang menonjol adalah sajak Sofyan RH Zaid. Sajak-sajaknya cenderung jika tidak sufistik ya religius:

NABI KANGEN

bila kau lelah dan rindu # baca sajakku di atas batu
apa yang pernah tertunda # hari ini menjadi sabda

1/
aku berlindung dari hujan # juga panas bumi penghabisan
serasa dalam dekap surga # tenang terjaga jiwa semesta
senantiasa bersulang wahyu # merenangi sungai susu
kau dan aku; kitab suci # tak pernah usai dibaca matahari

2/
yang terlihat sebagai kau # aku simpan jadi pukau
majas menyembunyikan makna # dalam ungkapan rahasia
cukuplah Hallaj dan Jenar # walau keduanya adalah benar
kau dan aku; kesunyian # bermukim di lembah kebijaksanaan

3/
seperti ulat jadi kupu-kupu # aku masih kepompong waktu
bergantung di ranting sunyi # kosong diri dari nyanyi
Jibril senantiasa datang # melempar sekuntum kembang
kau dan aku: kebenaran # terus berjalan menuju keselamatan

bila kau lelah dan rindu # baca sajakku di atas batu
apa yang pernah tertunda # hari ini menjadi sabda.

 

Kelemahan sajak Sofyan RH Zaid ialah kecendrungannya untuk mengajar pembaca, misalnya seperti tampak dalam larik ini: cukuplah Hallaj dan Jenar/ walau keduanya adalah benar. Tapi bagaimanapun juga, seperti Raedu Basha, ia dapat dimasukkan sebagai seorang penulis yang cukup berbakat dibanding penulis lain dalam antologi ini.

Cukup menarik adalah sajak Raedu Basha “Menatap Las Vegas”. Ia membayangkan Madura akan menjadi sebuah kota industri di masa depan. Ia membandingkannya dengan Las Vegas di Amerika Serikat sekarang. Sebuah pandangan muram tentang masa depan pulau Madura yang telah dihubungkan atau disatukan dengan pulau Jawa oleh pembangunan jembatan Suramadu. Saya ingin mengutip sajak ini selengkapnya agar bisa dibaca secara benar-benar terpisah dari sajak-sajak lain dalam antologi ini. Dengan demikian memungkinkan kita mengikuti renungan sang penulis. Begitu lancar penulis memaparkan visinya dengan gambaran-gambaran yang hidup:

MENATAP LAS VEGAS

menatap Las Vegas
bangunan-bangunan menjulang
mencakar langit atmosferku
emosi karam di antara gemerlap lampu
berdecaklah jagad kuldesak
sambil kueja mantra-mantra Sakera
sekedar membuang ketir dan gemuruh
yang ranggas di dalam otak

seperti inikah Madura kelak
postmodernism, megapolitan disajikan bagi anakputuku
hidangan dunia yang gila
di mana tak kudengar
nyanyian sumbang kakek lugu
seperti tembang kae menjelang tidurku
masihkah garam tetap asin
bila bir bertumpahan di lautan
kesunyian terhantam
akal menjadi kekuatan
birahi di atas nurani!

menatap Las Vegas
bagai kupandang bebukitan
Payudan hingga Sinongan tersulap tol
jembatan gantung
goa-goa menjelma terowong jalan
mengusir para petapa
gelora perjalanan matahari di asa
kacong-cebbingku

di dada sawah, bola-bola golf berhamburan
asap mesin polusi perkasa
mencabuli semerbak tembakau
tempat eppa’ dan embu’ meremas keringat
membingkai senyum di garis-garis ritmis

Madura!
celurit yang dulu kau asah
bergeletakan sudah….

Masih banyak penyair dalam antologi ini yang sajak mereka tidak sampat saya bicarakan. Misalnya Dirga Ruhu Diyantara, En Kurniadi NF, Faizin Eja, Farid Kacong Alif, Ghos TE, Irvan Solihin Haqiqi, Joko Sucipto dan Kamil Dayasawa. Juga Khairul Umam, Lubet Arga Tengah, Lukman Hakim AG, Maniro AF, Marsus Banjarbarat, Matroni Muserang dan Mohammad Ali Tsabit; juga Muhammad Ali Fakih, Nurul Ilmi El-Banna, Riky Raya, Royyan Julian, dan Saifa Abidillah; kemudian juga Selendang Sulaiman, Sengat Ibrahim, Shohifur Ridho Ilahi, Sipulan K Langka, Subaidi Pratama, Sule Subaweh dan Syarifullah; serta Umar Fauzi Ballah, Yan Zavin Aundjand, Yayan Dei Legung, Zainul Muttaqin, dan Zaka Khairiz Zaman.

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.