Sampai Kapankah Kerapan Sapi Menjadi Primadona

Akan tetapi menghadapi beberapa permasalahan internal maupun eksternal pada kerapan sapi seperti diuraikan diatas, hendaknya kita semua masyarakat Madura tidak berdiam diri. Kita harus mencari jalan keluar serta terobosan-terobosan baru agar kerapan sapi tetap menjadi primadona bagi para wisatawan baik lokal ataupun mancanegara. Sebab tidak dapat kita ketahui bila suatu saat di kemudian hari kerapan sapi di pulau Madura malah kalah bersaing nilai jualnya ketimbang kerapan sapi yang berlansung atau ditawarkan di Probolinggo.

Sudah saatnya kita mencari solusi agar wisatawan tetap mau datang ke Madura untuk kebudayaan khas Madura tersebut. Bila kita tidak menemukan formulasi baru, bisa saja wisatawan akan mulai bosan akan perlombaan tersebut. Atau apabila Probolinggo lebih kreatif dan inovatif mengemas atraksi kerapan sapi tersebut, maka jangan harap pulau Madura akan kedatangan wisatawan untuk menyaksikan kerapan sapi. Sebab mereka akan pergi ke Probolinggo yang juga menjual kerapan sapi sebagai objek wisatanya. Ditambah lagi objek wisata lain di Probolinggo yang saya rasa sangat menarik wisatawan salah satunya wisata minat khusus seperti arum jeram.

Bersyukurlah terobosan-terobosan baru yang hendaknya menjadi pendukung tetap digemarinya kerapan sapi di pulau Madura sudah mulai ada dan dilaksanakan. Seperti halnya yang dilakukan ibu Emi, salah satu guide (pemandu wisata) kelahiran Bangkalan yang sudah malang melintang di dunia kepariwisataan tersebut, mulai menawarkan sebuah paket wisata yang dimulai dari melihat proses perawatan, persiapan sebelum kerapan sapi dilaksanakan sampai proses perlombaan berlangsung.

Hal tersebut tentu saja menjadi hal baru yang sangat menarik bagi wisatawan. Seorang wisatawan tidak hanya melihat dari tribun penonton sambil ikut bersorak ketika beberapa pasang sapi kerap berlari dihadannya. Namun mereka juga diajak pergi melihat sapi kerap dari dekat. Mereka diajak blusukan lansung ke kandang sapi kerap tersebut.