Tersebutlah sebuah pulau kecil di Kabupaten Sumenep yang bernama Sapudi. Konon, kata ini, “Sapudi”, berasal dari kata-kata Sepuh Dhewe (bahasa Jawa) yang bermakna “yang paling tua sendiri”. Menurut kisah tutur madura, dikatakan tua sendiri karena dianggap Islam masuk ke tempat ini paling awal dibandingkan di tempat-tempat lain di Madura pada umumnya dan di Sumenep pada khususnya.
Perlu diketahui, bahwa Madura bagian Timur ini semarak lebih awal dari bagian Baratnya berkat kemajuan-kemajuan yang dicapai Aria Wiraraja setelah menjadi Adipati di sana pada abad ke 13. Sementara transportasi waktu itu sangat bergantung kepada transportasi laut. Oleh karena itu, minat para pedagang akan jatuh kepada lokasi-lokasi ramai di mana hal itu lebih memungkinkan mereka untuk berniaga. Jalur pesisir utara jawa adalah pilihan yang sudah biasa dilalui armada pedagang internasional hingga ke perairan Lombok. Tak terkecuali pedagang Arab yang juga sampai ke Madura bagian Timur ini. Sudah menjadi lumrah para penyeru dakwah menyertai perjalanan para peniaga dari Arab ini.
Berdasarkan survei penulis terhadap beberapa literatur, tercatatlah seorang penyeru dakwah bernama Sayyid Ali Murtadha yang menuju arah Timur dan mendarat di sebuah pulau yang dikenal sekarang dengan Sepudi. Di sanalah dia menyiarkan agama baru, Islam pertama menyebarkan Islam. Dialah Sunan Lembayung Fadal. Orang menyebutnya dengan Rato Pandita. Kuburannya saat ini disebut Asta Nyamplong.
Sunan Lembayung Fadal mempunyai empat keturunan. Pertama, bernama Haji Usman yang dikenal dengan Sunan Manyuram Mandalika. Ia menyiarkan Islam di Lombok dan mempunyai putra bernama Raden Bindara Dwiryapada yang sampai sekarang dikenal dengan nama Sunan Paddusan, menyebarkan Islam di Sumenep. Sunan Paddusan menjadi menantu Jokotole. Jokotole masuk Islam dari tangannya.