Seni tari Madura sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan tari keraton yang ada baik gerakan dan pakaiannya terilhami tarian yang dikembangkan di keraton-keraton Jawa. Menurut Mien Ahmad Rifai (2007), tari rakyat yang sering dipertontonkan merupakan pengembangan tarian tunggal yang lalu dijadikan tarian berpasangan dalam bentuk tayuban.
Tandha’ (penari perempuan) akan melemparkan selendangnya kepada seorang pria yang menontonnya untuk menemaninya menari dan dengan demikian dia mendapatkan imbalan duit. Tarian Madura kreasi baru seperti misalnya tari pecut terlihat terilhami tari ngremo atau tari kelana yang di Jawa umum dipergelarkan sebelum pertunjukan ludruk.
Gerakan tarian baru itu umumnya dinamis dan giring-giring yang dikenakan di kaki para penarinya lebih memeriahkan dan menyemarakkan suasana. Apalagi karena tarian tersebut sering ditarikan secara massal sambil membawa pecut yang kalau dikebatkan mengeluarkan bunyi menggelegar yang keras.
Namun sayangnya, peristiwa ini sudah sangat jarang dijumpai di setiap pementasan tari di Madura. Yang ada, jenis tarian biasa, diperankan oleh satu atau dua sinden perempuan, lalu ditemani oleh para penyambut selendang dari kalangan laki-laki.
Tari pecut