Penutup
Dari paparan di atas, betapa pentingnya kesadaran untuk menghargai warisan tradisi lisan yang bisa dijadikan tempat berpijak mencari jatidiri. Dalam era globalisasi dengan kecenderungan homogenisasi kebudayaan, penampilan jatidiri yang diangkat dari kampung halaman akan menjadi martabat tersendiri. Karena itu perlu adanya dialog budaya antara tradisi dan modernitas, antara lain dengan mengembangkan tradisi itu sesuai dengan kebutuhan ekspresi masa kini dan hari esok. Warisan tradisi lisan dan seni lainnya harus dikaji dan dipertimbangkan kemungkinan revitalisasinya.
Kerja budaya seperti itu tidak bisa dilakukan secara tambal sulam, membutuhkan pemikiran dan langkah yang serius dengan tanggungjawab yang utuh. Menggali tradisi sebagai bahan baku, kemudian mengolahnya dengan kesadaran zaman yang terus bergerak maju, merupakan sikap budaya berorientasi ke hari esok, sekaligus menciptakan harapan-harapan yang bisa dikonkretkan.
Sedangkan yang bernama perjuangan kebudayaan ada yang berhasil dan ada yang gagal. Perasaan takut gagal tidak lain adalah sikap pesimis yang tidak memihak kehidupan. Kegagalan hanyalah sukses yang tertunda. Sesudah gagal, kita harus bangkit lagi dengan potensi baru, Insyaallah akan berhasil. Sukses adalah milik orang yang tabah, tekun, suka kerja keras dan minta pertolongan kepada Tuhan. (Lontar Madura)
Ringkasan: Sekitar Seni Tutur Madura dan revitalisasi
1. Suku bangsa Madura yang jumlahnya sekitar 10.000.000 jiwa mempunyai bahasa dan kesenian sendiri yang sejak dahulu bisa menjadi jatidiri bagi orang Madura. Kesenian-kesenian itu beranekaragam dan secara ruhani menjadi kekayaan orang Madura.
2. Sejak tahun 1970-an telah menjadi perubahan di Madura. Sebagian warisan tradisi itu ada yang terdesak oleh masuknya media elektronik ke pelosok-pelosok desa. Salah satu yang hampir punah itu ialah “dongeng”, kegiatan sastra tutur pada tiap keluarga yang menyajikan kisah-kisah yang mengandung kearifan moral. Kini banyak orang tua tidak bisa mendongeng lagi kepada anak-anaknya.
3. Di kota besar seperti Jakarta, Yogya dan Bandung sekarang muncul pendongeng-pendongeng profesional yang berhasil merevitalisasi dongeng sesuai dengan kebutuhan masyarakat moderen. Untuk itu diperlukan dialog budaya antara warisan tradisi dengan persepsi kekinian yang nantinya bisa memacu langkah kreatif.
4. Pada kenyataannya, beberapa sastrawan nasional ada yang menimba inspirasi dari dongeng, sehingga mereka menghasilkan karya-karya sastra yang digali dari masa lalu, namun karena diolah secara kreatif bisa menjadi sajian dalam bentuk sastra moderen. Beberapa puisi Rendra, Goenawan Mohamad, novel YB. Mangunwijaya, Gus Tf dan lain-lain, ada yang digali dari jenis dongeng. Dari Madura diharapkan munculnya sastrawan kreatif yang bertolak dari sastra tutur.
5. Begitu pula kesenian Madura yang lain, seperti ludruk, hadrah yang asalnya berupa warisan tradisi yang erat kaitannya dengan sastra tutur, sampai sekarang masih hidup di tengah-tengah masyarakat, karena ada upaya perubahan yang disesuaikan dengan tuntutan kekinian. Upaya mengembangkan warisan tradisi tanpa membaca perjalanan zaman dan perubahan sosial yang sedang melaju akan mengalami berbagai kendala.
6. Dengan demikian daya kreatif yang memihak kegemilangan hari esok perlu dipacu untuk menjawab tantangan zaman. Daya kreatif ialah kesiapan dan kemampuan untuk mencari dan menampilkan sesuatu yang baru dan segar.