Telah diterangkan diatas, bahwa nama mengandung tanda-tanda (alamat) tertentu (nomen sit omen) dan mempunyai arti khusus. Orang tua memberikan nama anaknya dengan maksud tertentu agar anak tersebut berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan nama yang disandang. Demikian pula nama tokoh dalam sejarah lama, seperti Air langga, Mapanji, Daja Bhaja, Kemeswara, Gajah Mada, Hayam Wuruk dan lain-lain. Didalam kitab Pararaton dikatakan bahwa Arya Wiraraja semula bernama Banyak wedi. Halaman 18 Pararaton (edisi Belanda) menyebutkan sebagai berikut :
“Hana ta Wongira, babatangira buyuting nangka, aran Banak Wide, arupa tan kandel denira, dinohaken, kinon adhipatiaring sungennep, angar ing madura wetan”.
Selain itu dalam Kitab Kidung Ranggalawe dikatakan sebagai berikut :
Nyanyian I (Durma).
- Woten Wongiro binatang buyut Nangka, Banak Wideanami, sinung abhiseka, arya Wiraraja sira, arupa Sinangsayeni, dinohan preneh, kinon angadhipati.
- Munggu ing Sumenep parnah Madura Wetan, lawasipun anganti, patang puluh tiga, duk andon balanabrang, sira Wiraraja dadi arasa-rasa, dene dinohan apti.
Mengenai nama Wiraraja saya kira sudah cukup jelas. Nama itu berarti: Raja yang gagah perwira (Wira: Perwira, Kesatria, raja: raja, pemimpin). Gelar Arya menunjukkan bahwa Wiraraja adalah seorang pejabat tinggi, lebih-lebih apabila dikaitkan dengan jabatannya sebagai adhipati (adhi: pertama, baik, pati: raja, pemimpin). Gelar Arya dalam masyarakat Jawa Baru berubah menjadi Haryo (Pangeran Haryo).