Afirmasi Nilai Etika dan Estetika Kebudayaan Madura
Makna Etika Dan Estetika Kebudayaan
Di desa penulis (Angsanah Bragung, Sumenep), orang yang nampah cangkem dihukumi haram atau tidak diperbolehkan oleh masyarakat, terutama oleh kalangan tetua semisal nenek dan sederajat. Alasannya sederhana, karena orang yang nampah cangkem akan menemui kesusahan dalam kehidupan selanjutnya. Benarkah demikian? Untuk orang yang tidak berpikir mungkin akan mengatakan: “Mon nampah cangkem, arapah keng?!”
Sejenak, mungkin kita harus mempertanyakan ungkapan yang sedikit bernada selidik itu. Karena, menurut hemat penulis, semua tradisi (berupa tidak diperbolehkannya nampah cangkem) yang terbangun di salahsatu lingkungan masyarakat (khususnya di Madura) pasti memiliki nilai yang harus kita renungkan. Ketidakbolehan nampah cangkem, sebenarnya merupakan kekayaan (berupa keyakinan) lokal yang harus dipikirkan dan dilestarikan. Sebab, jika kasus ini dirujuk kembali maknanya bahwa nampah cangkem adalah tanda orang yang sedang mengekspresikan tidak adanya ghirah bahkan minat untuk hidup, sehingga benar jika orang yang nampah cangkem pada akhirnya akan menemui kesusahan dalam kehidupnya.
Tetapi, sebenarnya bukan nampah cangkem ini yang dijadikan objek perhatian, melainkan tidak diperbolehkan itulah yang harus kita pikirkan. Bahwa masyarakat Madura sangat hari-hati dalam segala hal, utamanya dalam pola prilaku (atau dalam bahasa Maduranya: “Tengka”).
Sama halnya denga tradisi nenek moyang tempoe doeloe, yang kemudian dijadikan sebuah kebudayaan. Kebudayaan yang diilhami oleh rasa keyakinan terhadap sesuatu yang bernilai etika, estetika, spiritual dan dapat dijadikan sebagai pengetahuan bagi masyarakat Madura. Yang bernilai ini tidak lepas dari faktor historis sehingga dapat ditegaskan menajdi sebuah kebudayaan yang harus dilestarikan dan dipertahankan.
Contoh tidak diperbolehkannya nampah cangkem di atas hanya bagian kecil dari kekayaan masyarakat lokal yang lahir dari nenek moyang yang bernilai. Masih banyak tradisi yang dijadikan kebudayaan oleh masyarakat Madura. Kekayaan lokal yang harus selalu diselamatkan, diperhatikan dan dipikirkan untuk dikontekstualisasikan pada berbagai dinamika zaman.