Namun demikian pada sisi yang lain, menurutnya terjadi fenomena bahwa perhatian orang Madura terhadap budaya, terutama bahasa Madura semakin meningkat. “Sekarang, buku bacaan maupun buku pelajaran dan majalah berbahasa Madura kendatipun dengan tiras terbatas, mulai bermunculan. Perhatian Kepala Daerah dan Pemda di Madura terhadap budaya Madura semakin baik, tambahnya.
Sementara Syaf Anton Wr, yang mengembangkan “Problematika dan Perkembangan Bahasa dan Sastra Madura”, banyak menyoroti pemahaman orang-orang Madura yang terjebak oleh pola bahasa pendatang. “Satu sisi dengan masuknya budaya pendatang di Madura, sangat mempengaruhi tatanan kehidupan berbahasa, karena mau tidak ketika terjadi komunikasi dapat dipastikan mereka akan memakai yang netral, yaitu bahasa Indonesia.
Terjadinya struktur keluarga yang makin berkembang, pola hidup dan pola komunikasi dalam keluargapun, dominan lebih prestisius bila menggunakan bahasa Indonesia. Anton mencontohkan, ketika terjadi perkawinan antar keluargi etnik Madura dengan etnik dari luar Madura, dapat dipastikan akan terjadi multibahasa dalam kerabat keluarga mereka. “Hal ini akan terus berlangsung selamanya, dan tidak menutup kemungkinan lambat laut laun akan dalam komunitas kecil seperlu lingkungan keluarga akan lebiuh prestisiun menggunakan bahasa Indonesia dibanding bahasa ibunya”.
Sementara dalam bidang sastra, menurut sastrawan yang banyak melahirkan karya sastra tersebut, fenomena sastra lama, baik dalam bentuk lisan maupun folklore mengalami kemerosotan yang sangat tajam. “Kearifan lokal Madura telah terkikis dan hampir habis, generasi muda Madura sudah tidak mengenal lagi kearifan lokal yang pernah menjadi falsafah orang Madura. Hal ini cukup memprihatinkan”, tegas Anton.
Namun dalam perkembangan sastra Madura modern cukup menggembirakan, karena sekarang banyak kalangan muda mulai menggeluti dunia kesusasteraan Madura. Demikian kata Syaf Anton. (Lontar Madura)