Pada tanggal 29 Agustus 1947, tentara Belanda mengadakan serangan untuk keperluan pembersihan di désa Morsomber. Serangan amat sengit dilancarkan oleh Barisan Sabil dan rakyat di desa itu.
Pertempuran berlangsung sejak pukul 07.00 sampai pukul 12.00 siang hari. Begitu sengitnya pertempuran dan perlawanan yang dilakukan olch Barisan Sabil, sehingga disitu terjadi perkelahian satu lawan satu (satu orang gelutan dengan satu orang lawannya), sehingga korban di pihak kita kurang Jebih mencapai 100 orang, sedangkan di pihak Belanda sukar diketahui jumlahnya dengan pasti. Menurut pengamatan rakyat, mereka kembali ke kota dengan membawa dua truk penuh dengan korban.
Sebagai akibatnya, keesokan harinya yaitu pada tanggal 30 Agustus 1947, dan beberapa hari berikutnya tentara Belanda masih terus mengadakan serangan dalam rangka gerakan pembersihan, sehingga Pimpinan perang Sabil desa Plakpak, Haji Gazali beserta 17 orang pengikutnya gugur setelah terkepung. Ia merupakan seorang pemimpin rakyat yang besar pengaruhnya serta terbukti keberaniannya dalam menghadapi tentara Belanda.
Tentara Belanda menyerang Pegantenan pada tanggal 1 September 1947 di tanjakan gunung Tencena, satu truk di hancurkan dan serdadunya menjadi korban.
Sedang di Pegantenan sendiri terjadi pertempuran sengit yang berakibat seorang dan tentará kita bernama Laisin pada waktu itu gugur.
Pembagian Tugas Dan Kelanjutan Pertempuran
Untuk mempertahankan diri terhadap rencana serangan tentara Belanda yang akan menerobos ke Kabupaten Sumenep melalui jalantengah, maka diadakan pembagian tugas dengan tergesa-gesa.
Sebelah baratjalan Pamekasan menuju Pegantenan – Pakong dipercayakan kepada KompiIII di bawah pimpinan Kapten Patra Asmara. Sebelah timur jalan itu diserahkan kepada Kompi Mobhrig di bawah pimpinan Murachmad, A. Ahusiri dan Abdul Kadir serta satu Kompi dari Badan Perjuangan. Tugas pokoknya adalah untuk menghambat rencana serangan tersehut, di antaranya jembatan Oray di desa Pamorah harus dirusak dan kepada Barisan Sabilillah diperintahkan untuk membuat perangkap tank. TernyatatentaraBelanda mencoha menerobos secara frontal pada tanggal 2 September 1947 sehingga terjadilah tembak-menembak, tidak diketahui tentang adanya korhan.
Gerakan untuk menerobos itupun dicoba lagi pada tanggal 3 September 1947, namun pada saat itu Belanda gagal lagi. Setelah diketahui bahwa Markas Sektor Pasukan kita ada di Kadur, setelah berpindah dan desa Bangkes, maka tentara Belanda menyerang Kadur dan segala penjuru pada tanggal 4 September 1947.
Karena itu segala kemampuan kita yaitu Kompi III di bawah pimpinan Mudhar Amin, Kompi Markas di bawah pimpinan Letnan Surono, Kompi Mohbrig di bawah pimpinan Murachmad dan kawan-kawan, Kompi Badan Perjuangan di bawah pimpinan R. Mohammad Saleh, dan Barisan Sabilillah dikerahkan untuk menghadapi secara hersama serta mengadakan serangan balasan, sehingga terjadilah pertempuran sengit, di mana korban di pihak kita seorang tentara Prajurit Angkatan Darat, sedangkan dan Barisan Sabilillah tidak diketahui.
Kembalinya Mayor Abu Djamal Terjun Payung Bersama Kapten Hafiludin
Pada permulaan bulan September 1947, Komandan Resimen 35/Territorial Madura mengirimkan utusannya yaitu Kepala Staf Mayor Abu Djamal yang disetai okh Letnan Dua Safiun sebagai ajudan berangkat dari desa Kapong di pantai utara Madura, menuju Markas Besar Tentara di Yogyakarta untuk melaporkan situasi Madura yang sebenarnya, sejak adanya pendaratan tentara Belanda.
Di samping itu untuk meminta bantuan senjata dan mesiu dan lain-lainnya. Di Yogyakarta utusan tersebut diterima hangat, karena menjadi kenyataan bahwa orang-orang Madura memiliki semangat dan patriotisme yang mengesankan, berlainan dengan dugaan sementara orang sebelum agresi pertama, di mana diperkirakan orang Madura yang disinyalir sebagal kaki tangan Belanda/NICA.
Laporan sebelumnya juga disampaikan kepada Pimpinan Divisi Narotama di Kediri sebagai induk dan Pasukan Resimen 35,yang juga sedang sibuk dengan tugas-tugas menghadapi gerakan tentara Belanda dalam daerah/territorialnya. Dari Yogyakarta Mayor Abu Djamal membawa bantuan uang receh, beras, mesiu, stengun dan kain pakaian yang dibawa sendiri lewat terjun payung bersama lima helai Surat Tanda Penyataan Terima kasth dari Panglima Besar Sudirman atas nama Presiden Republik Indonesiakepada Pimpinan Barisan Sabihulah dli Madura atas perlawanannya yang mengagumkan dan pengorbananjiwa di dalam mempertahankan Kemerdekaan Tanah Air, Negara dan Bangsa kita menghadapi agresi Belanda.
Selanjutnya atas perintah Menteri Pertahanan Republik Indonesia di Yogyakarta melalui Kepala StafAngkatan Udara Republik Indonesia (Suryadarma), maka Mayor Abu Djamal dalam perjalanannya kembali ke Madura diterjunkan dengan payung udara (parasut) dan pesawat terbang AURI (Dakota RI) untuk membawa barang-barang kiriman dari Pemerintah Pusat untuk rakyat di Pulau Madura, yakni pada tanggal 10 Oktober 1947.
Dalam perjalanannya itu Mayor Abu Djamal disertai Kapten (PT) Hafiludin dan Markas Besar Polisi Militer di Yogyakarta. Di dalam pesawat AURI ikut pula Komodor (AURI) Halim Perdanakusuma (Deputi KASAU), yang juga berasaL dari Madura, beserta Mayor Sujono (AURI), Mayor Sukoco (AURI), sedang Pilotnya seorang Australia mendampingi dan mengantarkan Mayor Abu Djamal dan Kapten Hafiluddin untuk terjun payung yang pertama kalinya terjadi dalam sejarah Angkatan Darat.
Suatu kejadian yang unik dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Madura, adanya penenjunan payung tentara kita pertama kalinya dalam keadaan pertempuran/perang melawan tentara Belanda.
Adapun lapangan penerjunan dipilih lokasi lapangan seberang alun-alun Panglegur di belakang bekas kediaman Asisten Residen di kota Sumenep dan penerjun berhasil dengan baik dan selamat.
Dan barang yang dibawa yang ikut diterjunkan ada yang rusak, tidak utuh, karena ternyata satu payung tidak berkembang. Tetapi hal tersebut tetap dirasakan sebagai suatu kepuasan atas adanya hubungan baik antara Pemerintab Pusat dan Pemerintah di Madura (sipil dan tentara).
Apa lagi telah direncanakan untuk berikutnya dengan memakai operasi yang sama, melalui penerjunan dari udara, yakni pengiriman-pengiriman baik personal maupun barang (senjata mesiu). Calon-calon personal yang akan diterjunkan sudah menjalani latihan yang serupa meskipun latihannya hanya memakan waktu yang singkat saja. Di antaranya Letnan Dua Safiun (mantan Dirjen Tekstil), Agus Suyono (mantari Sekjen Perindustrian) dan lain-lainnya.
Perlu diketahui bahwa sudah dibuat lukisan besar untukmemperingatiperistiwa tersebut di atas, dan lukisan tersebut ditempatkan di Kabupaten Surnenep (bekas Kraton).
Panglima Divisi Narotama Memperhatikan PerkembanganMadura
Selama adanya pertempuran antara pasukan kita dan tentara Belanda, hubungan radio dengan Divisi Narotama berjalan tetap baik sehingga Panglima Divisi dapat mengikuti jalannya dan perkembangan pertempuran di Madura. Kepala Perhubungan pada waktu itu Letnan Satu Abdul Kadir.
Adapun tentara Belanda yang semula memperkirakan dalam rencana operasinya di Madura hanya akan memakai tempo selama satu minggu saja untuk menguasai dan menaklukkan Madura keseluruhan ternyata berlainan dengan kenyataan. Sebagai akibatnya, maka tindakan tentara Belanda dalam gerakannya semakin lama semakin menjadi kejam terhadap pasukan maupun rakyat kita.
Sebagai gambaran misalnya, terhadap rakyat biasa, wanita dan anak-anak yang sedang pergi ke pasar atau kampung-kampung ditembaki dengan sewenang-wenang, meskipun di situ tidak ada pasukan kita atau Badan Perjuangan lainnya. Lebih mengerikan lagi adanya tentara Belanda yang menganiaya dan membunuh pasukan kita yang tertawan dengan cara yang sangat kejam. Banyak sekali tindakan yang di luar rasa perikemanusiaán.