Perdagangan ini menyebabkan banyak perubahan di Jawa. Perdagangan ini menyeret kerajaan besar di Jawa seperti Majapahit untuk menaklukkan daerah-daerah pesisir untuk memperluas hegemoni perdagangan atas nama kesatuan Jawa. Tak terkecuali adalah Madura sebagai daerah pesisir yang dari tahun 1100 sampai 1700 berturut-turut berada di bawah supremasi kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa Timur dan negara-negara Islam pesisir yaitu Demak dan Surabaya, serta kerajaan Mataram di Jawa Tengah.
Dari sisi ekonomi, pulau Madura yang tandus sebenarnya tidak terlalu penting artinya bagi kerajaan Hindu dan negara-negara pesisir Islam. Namun, bagi Majapahit yang memiliki bandar-bandar perdagangan hampir di seluruh wilayah nusantara, dalam usaha mengamankan rute-rute pelayaran di wilayahnya, penguasaan atas pulau Madura penting sekali artinya.
Terkait dengan islamisasi, selama abad ke-16 terjadi suatu transformasi luar biasa di bidang budaya di kota-kota pelabuhan di Jawa, yang pada saat itu merupakan pusat-pusat kekayaan dan ide-ide yang menarik minat orang-orang Jawa yang memiliki bakat.
Penyebaran agama Islam dan pertumbuhan perdagangan dalam abad ke-16 terjadi bersamaan. Di sepanjang pesisir, bermukim pedagang-pedagang Islam yang di antaranya adalah orang Melayu. Sebelum kerajaan Majapahit runtuh, Madura sudah berkenalan dengan agama Islam. Pulau ini mengadakan hubungan yang erat dengan Gresik dan Surabaya, tempat para pemimpin Islam yaitu Sunan Giri dan Ampel bermukim. Usaha pengislaman mengalami peningkatan yang pesat setelah Madura pada paruh kedua abad ke-16 menjadi daerah yang memperoleh pengaruh dari kantong perdagangan Surabaya.