Ketika berada di Yogyakarta Natakusuma II dipanggil oleh Gouverneur Generaal Baron van der Capellen di Betawi. Di istana Gouverneur Generaal diadakan pertemuan, semua Adipati, Bupati serta perwakilan kompeni Belanda se Indonesia hadir. Maka dibicarakan bahwa Natakusuma II dari Sumenep sudah banyak jasa-jasanya kepada kompeni Belanda. Dengan demikian maka pangkat jabatannya dinaikkan menjadi Sultan dengan gelar Natakusuma II merasa terharu perasaannya, karena apa yang dilakukan merupakan suatu kewajiban kepada Kompeni Belanda, yang tidak akan minta imbalan apa-apa. Namun realitas yang dihadapai ternyata mendapat pujian penghargaan pangkat dan keringanan contingent, sehingga air matanya menetes tidak terasa.
Diceriterakan pula bahwa istri padmi atau permaisuri Natakusuma II adalah putri dari Kiai Aryo Adipati Suroadimenggolo, Bupati Semarang. Dengan demikian maka banyak keluarga Semarang yang bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro.
Pertempuran antara pihak Belanda dengan Pangeran Diponegoro hingga lima tahun, sedang Belanda dibantu oleh pasukan dari Sumenep dibawah pimpinan Natakusuma I. Pada tahun 1830 Diponegoro tertangkap oleh Belanda dengan tipu muslihatnya, maka langsung dibawa ke Sumenep oleh Natakusuma II.
Karena dikhawatirkan akan melakukan perlawanan dan menghimpun kekuatan maka Diponegoro dibuang ke Makassar. Setelah perang Diponegoro maka Belanda memberikan tanda kehormatan bintang Commandeur Nederlandsche Leeuw pada Natakusuma II karena jasanya membantu dalam perang Diponegoro.
Pada tahun 1837 di Sumatera Barat terjadi perang padri yang dipimpin oleh Imam Bonjol, pada saat Natakusuma II juga mengirim bantuan untuk Belanda dengan barisan (pasukan perang) sebanyak dua compagnie (2000 prajurit). Barisan tersebut dipimpin oleh Pangeran Kusuma Singngranginlaga. Setibanya di Padang pasukan Sumenep bergabung dengan tentara Belanda yang dipimpin oleh Kolonel A.V. Michiels. Dan ditahun itu juga perang padri di Sumatra barat bisa diselesaikan dan Imam Bonjol ditangkap kemudian dibawa ke Betawi oleh Belanda.
Baca: Sultan Abdurrahman Sahabat Stamford Raffles
Sembilan tahun kemudian yakni pada tahun 1846 Belanda berperang dengan Bali, Natakusuma juga mendatangkan bantuan prajurit Infantri sebanyak 1000 orang yang dipimpin oleh Pangeran Suryasingrangijuda Luitenant Kolonel Artillerie, serta 1000 orang pekerja kasar (kuli) dipimpin oleh Pangeran Suryadiptra, kedua Pangeran Suryadiptra adalah putra Natakusuma II.
Sesampainya di Bali disambut oleh Luitenant Kolonel G. Baker, dan setelah terjadi pertempuran maka Raja Buleleng Singaraja kalah dan takluk pada Belanda. Pada tahun 1748 Belanda dibawah Jendral van der Wyk menaklukkan kerajaan Klungkung Karangasem Bali yang dibantu oleh Natakusuma II. Pada tahun 1849 Belanda dibawah pimpinan Generaal Michiels dibantu oleh Natakusuma II, memerangi para raja-raja di Bali yang masih membangkang kepada Belanda. Dan semua tuntas dengan membuat kontrak perjanjian bahwa akan tunduk kepada Belanda.
Pada perang tersebut Generaal Michiels kena tembak pahana hingga meninggal dunia. Pada tahun 1854 Natakusuma mengirimkan pasukannya sebanyak 150 orang untuk membantu Belanda yang berperang di Borneo.
Setelah selesai perang di Sulawesi, Jawa, Sumatra dan Bali, Natakusuma II mendapat pujian dan Gouverneur Generaal Belanda karena selalu membantu, dan diberi penghargaan dengan bintang kehormatan Militaire Willemsorde de Klasse. Pada tahun 1854 Natakusuma II meninggal dunia, dan beliau yang dikenal sebagai Kepala Pemerintahan yang mempunyai kemampuan khusus sehingga banyak mendapatkan bintang jasa dari Kerajaan di daratan Eropa dan Asia Barat karena hasil karyanya yang gemilang. (Tadjul AR/Syaf Anton)