[junkie-alert style=”red”]Tadjul Arifien R
Sumenep merupakan sebuah Kabupaten di pulau Madura yang masuk dalam wilayah Propinsi Jawa timur. Terletah di ujung paling timur Pulau Madura, dengan batas wilayah utara laut Jawa, timur laut Flores, selatan selat Madura dan barat Kabupaten Pamekasan. Luas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Sumenep seluas 2.093,46 km², terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan. Sedangkan lautannya seluas 50.000 km². Dengan jumlah penduduk 1.069.928 jiwa (Sensus Penduduk tahun 2006), sedangkan pada waktu jaman kemerdekaan berjumlan sekitar 500.000 jiwa. [/junkie-alert]
Keberadaan pulau-pulau di Kabupaten Sumenep sebanyak 126 pulau, 48 pulau berpenghuni 78 pulau tidak berpenghuni, pulau yang terjauh adalah pulau Sakala berjarak 165 mil laut terletak di wilayah paling timur, sedangkan di utara yaitu pulau Masalembu berjarak 114 mil laut.
Keadaan tanahnya tandus karena mengandung kapur dan terletak di perbukitan, dengan areal pertanian seluas 180.000 HA yang mayoritas pengairannya tadah hujan, sehingga hasilnya tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat dan tentunya masih bergantung pada pamasukan dari luar daerah. Sedangkan keadaan cuaca yakni mempunyai perbandingan musim hujan dan kemarau 1 : 3, atau rata-rata hanya 80 hari hujan pertahun. Keberadaan hutan sekitar 36.000 HA, yang + 80 % ada di kepulauan.
Dengan melihat struktur geografis dan mata pencaharian tersebut maka jelas bahwa masyarakat Sumenep lebih condong berwatak keras dan pemberani, yang merupakan hasil penyesuaian watak dengan alam sekitarnya. Namun sebagian besar orang Sumenep akan menyangkal bahwa orang Sumenep identik dengan “kekerasan”. Karena kekerasan hal itu hanya akan terjadi manakala kehormatannya terkoyak yang disebabkan oleh persoalan yang amat prinsip, yang terutama meliputi persoalan wanita, tanah air dan agama.
Penduduknya rata-rata beragama Islam yang fanatis serta lebih condong pada paternalistic, tentunya para tokoh agama sangat punya peran dalam menentukan sikap serta karakteristik masyarakatnya. Pada umumnya masyarakatnya pemberani, ulet, tahan uji dan sangat taat kepada agama. Mata pencaharian penduduknya adalah bertani dan nelayan, yang sisanya menjadi buruh, pedagang dan pegawai negeri sipil. Banyak juga yang telah sukses dalam mengarungi kehidupan sehingga menjadi pemimpin. Akan tetapi sedikit sekali pemimpin yang mempunyai pandangan yang luas dalam melihat situasi. Kebanyakan pemimpin terdiri dari Pamong Praja yang cara memimpin dan pandangannya sangat amtelijk, procedural, dan lebih condong pada sifat individualistic.
Tiga ratus lima puluh tahun bangsa Belanda menjajah Indonesia yang kaya makmur akan hasil buminya, yang banyak potensi alamnya, diangkut ke negerinya untuk memperkaya kerajaannya. Selain mengeruk kekayaan negeri ini, penduduk diperbudak hingga lebih hina dari hewan ternak, mereka dibungkam dengan berbagai cara. Senjata api penjajah setiap saat akan menyalak bilamana ada orang pribumi yang dianggap menentang kebijakannya. Penjara dan tempat pembuangan setiap saat menunggu kedatangan para pemilik negeri yang dianggap membangkang terhadap penjajahnya. Hukumpun tidak pernah diterapkan secara tegak sebagaimana mestinya, dan lebih condong pada mengayomi pihak yang lebih kuat.
Kumandang proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak segera bergema di Madura karena buruknya sarana komunikasi oleh hambatan tentara pendudukan Jepang. Luapan kemerdekaan baru timbul mewabah sesudah diucapkannya pidato Presiden Soekarno melalui radio. Pidato Presiden tersebut menginstruksikan pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah dan Badan Keamanan Rakyat di setiap Kabupaten. Pada tanggal 25 Agustus 1945 bekas PETA dan Heiho berkumpul di Pamekasan dan bersama-sama barisan Kepolisian mereka berpawai keliling kota. Penggelaran kekuatan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan tekad mempertahankan kemerdekaan yang sudah dicanangkan.