Sumenep Saat Pemerintahan Tumenggung Yudhonegoro

pendopo agung sumjenep - lontar madura
Pendopo Sumenep Pusat Pemerintah Madura

Tapi kebulatan tekad Sunan Prapen bak batu cadas, dan langsung dirinya membersihkan badan terus sholat sunnah, kemudian duduk bersila menunggu tikaman tombak Raden Bugan dengan hati pasrah dan lapang.

Ketika itu datanglah istri Sunan Prapen mendekap suaminya dari belakang. Sunan Prapen lalu berkata pada Raden Bugan, dirinya siap ditikam dengan tombak asal tidak mengenai istrinya. Dengan máta terpejam karena tidak tega ditusukkanlah tombaknya ke dada Sunan Prapen, namun ternyata tombak tersebut tembus ke belakang hingga mengena tubuh Istri Sunan Prapen.

Maka kedua suami istri tersebut tewa secara bersamaan. Dan mengetahui bahwa muridnya ingkar janji dengan membunuh istrinya, dan masih sempat berkata bahwa Raden Bugan tidak akan punya putra laki-laki untuk menggantikan tahtanya kelak. Setelah Sunan Prapen meninggal dunia maka kepalanya dipenggal dan dibawa ke Mataram dihaturkan pada Amangkurat II.

Setelah dipandang beberapa lama di Mataram maka Raden Bugan disuruh pulang kembali ke Sumenep. Ia diperintahkan untuk mengabdi kepada Tumenggung Jaingpati selaku Bupati Sumenep. Dalam perjalanan dari Mataram ke Sumenep, Raden Bugan menyeberang di selat Madura dengan mengendarai perahu bersama Kiai Cirebon. Sesampainya di perairan Sampang, mereka mampir ke pulau Mandangin, dan bertemu dengan Trunojoyo, lalu mengikat janji bahwa pada suatu ketika akan bertamu ke Sumenep tempat Raden Bugan mengabdi nantinya.

Baca juga:

Raden Bugan melanjutkan perjalanannya, tapi tiba-tiba prahu yang ditumpanginya terasa lamban. Maka Raden Bugan lalu menghunus tombak untuk dijadikan dayung, laju perahu tiba-tiba berjalan kembali. Tombak tersebut kemudian diberi “Si Serangdayung”.

Sesampinya di Sumenep, Raden Bugan menghadap Tumenggung Jaingpati dan kemudian menjadi abdi di keraton. Karena kerja Raden Bugan dinilai baik dan terampil Ia cepat di beri gelar Raden Wangsawijaya.

Suatu ketika Tumenggung Jaingpati (Adipati Sumenep) menerima surat dari Raden Trunojoyo yang bermaksud ingin berkunjung ke Sumenep. Namun Turnenggung Jaingpati menanggapi lain, menyangka Raden Trunojoyo ingin melakukan penyerangan ke Sumenep. Tumenggung merasa khawatir, memerintahkan menunjuk Raden Bugan Wangsajaya untuk menyambut kedatangan Raden Trunojoyo. Akhirnya Raden Bugan berangkat bersama dengan sekitar 700 orang pasukan perang ke arah perbatasan Sumenep — Pamekasan.

Setelah hampir dekat dengan posisi perkemahan pasukan Trunojoyo maka Raden Bugan membuat perkemahan untuk peristirahatan para bala tentaranya. Ketika tengah malam Raden Bugan keluar naik kuda sendirian menuju ke arah barat sampai di desa Kaduara timur. Ia berjumpa dengan Raden Trunojoyo sendirian yang juga sendirian naik kuda. Lalu mereka bercakap-cakap sampai pagi hari.

Sementara pasukan perang Sumenep merasa cemas ketika mengetahui Raden Wangsajaya hilang yang diduga diculik oleh pasukan Raden Trunojoyo, lalu ia pulang dan melapor pada Tumenggung Jaingpati. riMenerima laporan dan pasukan yang dipimpin Raden Wagsajaya, Turnenggung Jaingpati menjadi ketakutan. Beliau lalu melarikan diri ke Sampang lewat jalur tengah dan tidak kembali lagi ke Sumenep karena menduga Sumenep telah ditaklukkan oieh Raden Trunojoyo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.