Menelisik Tonggak Sejarah Pasongsongan
oleh: Yant Kaiy
Tonggak sejarah Pasongsongan, – kecamatan ini secara administratif masuk wilayah Kabupaten Sumenep, Madura – sangat erat hubungannya dengan keberadaan Syekh Ali Akbar, atau nama lengkapnya Syekh Ali Akbar Syamsul Arifin. Antara beliau dan Pasongsongan ibarat satu keping mata uang logam, dua sisinya berbeda tetapi tetap satu. Beliau tidak bisa terpisahkan dengan pergolakan dan kemajuan peradaban Islam di Pasongsongan. Seluruh hidupnya telah mendedikasikan untuk masyarakat Pasongsongan khususnya dan kehidupan kerajaan Sumenep. Hingga akhirnya Pasongsongan mencapai puncak keemasan yang luar biasa dahsyat karena adanya pemangku kepentingan yang bahu-membahu dengan Syekh Ali Akbar. Bahkan Raja Bindara Saod telah memberi ruang kepadanya untuk terus memacu warganya agar senantiasa memanfaatkan waktu sebaik mungkin dalam berbagai aspek hidup yang sangat kompleks. Kenapa demikian, karena Raja Sumenep itu sangat peduli dengan kemakmuran rakyatnya.
Syekh Ali Akbar indentik dengan nama Pasongsongan hingga sekarang. Karena peran tokoh inilah perkembangan ajaran agama Islam tumbuh subur di Pasongsongan dan menyebar ke segala penjuru. Berkat ketulusan dan kemuliaannya, beliau telah sukses menyulap Pasongsongan menjadi wilayah yang masyarakatnya agamis dan bermartabat. Beliau mendermakan sebagian besar perjuangannya untuk kemaslahatan umatnya. Tidak ada embel-embel lain. Tidak pula dengan jabatan atau kedudukan yang sebenarnya sangat mudah ia dapatkan andai saja kalau ia mau karena di Kerajaan Sumenep sangat terbuka untuk peluang itu. Sebab Syekh Ali Akbar telah banyak memberikan jasa-jasa perjuangannya untuk setiap langkah politik bagi sebuah ketetapan dan pengambilan keputusan Raja Sumenep.
Memang, Raja Bindara Saod sering berkonsultasi dengan Sang Waliyullah dalam banyak hal mengenai roda kepemimpinannya di Sumenep. Dan setiap kali apabila keduanya bertemu membicarakan sesuatu yang khusus, Raja Bindara Saod senantiasa menawarkan kepadanya sebuah jabatan penting yang mungkin orang lain sulit untuk mendapatkannya, yakni sebagai penasihat raja. Tidak hanya sekali Sang Raja menawarkan jabatan. Tapi Syekh Ali Akbar menolaknya dengan halus tawaran tersebut. Beliau sudah merasa nyaman bersama umat.
Baca: Menelisik Sejarah Pasongsongan yang Terputus
Menurut beberapa kalangan dari keturunan Syekh Ali Akbar di Pasongsongan, penolakan tawaran jabatan tersebut baginya merupakan sebuah belenggu dalam menyebarkan risalah Islam. Prinsipnya sangat kuat, tak goyah dipermainkan ombak jabatan yang selalu menggodanya. Maklum Raja Bindara Saod begitu menggebu-gebu dalam menawarkan jabatan, hal itu disebabkan Sang Raja tidak bisa lepas dengan Syekh Ali Akbar. Sang Raja sangat percaya kalau Syekh Ali Akbar adalah seorang politikus handal, pakar juga beliau dalam hal strategi perang. Bukankah Kerajaan Sumenep sudah seringkali dapat arahan dari Syekh Ali Akbar tentang siasat perang. Dan semuanya berhasil dengan kemenangan.
Berdasarkan kajian sejarah, penyebaran agama Islam di Pasongsongan dan sekitarnya adalah berkat perjuangan gigih syiar dari Syekh Ali Akbar. Waliyullah yang satu ini adalah orang alim dan bijaksana, berbudi luhur dan amanah dalam segala hal, tingkah lakunya senantiasa rendah hati, tidak pernah sama sekali memandang lemah orang lain. Ia menghargai orang lain sama rata, tidak pilih kasih, karena mereka semua sama-sama ciptaan Tuhan Yang Maha Segalanya. Beliau juga orang yang hidupnya tidak silau dengan gemerlap dunia. Tidak silau dengan harta dan kekayaan. Pola hidupnya sangat sederhana. Senantiasa mengikuti tuntunan Islam seperti yang dicontohka oleh Nabi
Kalau boleh tau anak anak nyai singrum siapa aja namanya
Pertanyaan ini akan kami sambungkan pada pen penulisnya
Mohon maaf kami tidak bisa menjawab langsung
Mohon maaf, sumber rujukan artikel di atas kok tak disertakan, admin?
Tulisan ini hanya sebagian dari tulisan lengkapnya yang baru kemarin terbit dalam bentuk buku berjudul “Syekh Ali Akabar, Menelisik Sejarah Pasongsongan yang Terputus” penerbit Rumah Literasi Sumenep (Agutus 2019)
Memang penulisnya merasa kesulitan untuk mendapatkan referensi. Tulisan ini berdasarkan dari cerita sesepuh Pasongsongan dan keturunan Syekh Ali Akbar.