Topeng Dalang dan Perkembangannya
Perlu kiranya dipertanyakan, apakah Topeng Dalang Madura sudah mampu “bergaul” dengan masyarakat rakyat banyak, sehingga penampilannya di tengah-tengah masyarakat tersebut dapat membangkitkan rasa “ikut memiliki” dan merupakan kebanggaan? Sebab pada awal mulanya Topeng Dalang Madura adalah kesenian keraton, lahir di lingkungan keraton, dan menjadi kaum bangsawan dan elite tingkat atas.
Dengan terjadinya perubahan struktur masyarakat dari yang bersifat feodal di masa lampau kenudian menjadi bersifat kerakyatan yang dicitak-cotakan oleh perjuangan bangsa Indonesia setelah mencapai kemerdekaan dan kedaulatan negara, maka sejauh manakah Topeng Dalang Madura dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan yang baru?
Tari ini biasanya diadakan pada waktu ruwatan (acara syukuran), seperti ruwatan makam, ruwatan pekarangan, ruwatan desa, ruwatan sunatan, dan ruwatan pernikahan. Di daerah pesisir Madura, umumnya menggunakan Tari Topeng dalam setiap kegiatan ruwatan. Juga pada acara ruwatan bumi atau disebut dengan berumbung, dikatakan bahwa dalam kegiatan ini tidak boleh menggunakan kesenian tari yang lain. Jika pada kegiatan ini menggunakan kesenian tari yang lain, maka pada daerah atau desa yang mengadakan acara tersebut akan tertimpa musibah, seperti masyarakat akan terkena penyakit dan hasil bumi pada daerah tersebut akan berkurang.
Menurut kepercayaan masyarakat daerah tersebut, jika terdapat seekor ular berwarna kuning melintas di atas panggung pada waktu pertunjukan berlangsung, maka dipercaya bahwa ruwatan pada daerah tersebut berjalan dengan lancar.
Terdapat dua versi Tari Topeng Dalang, yaitu versi Kalianget dan Dasuk. Kedua-duanya pada saat ini masih cukup sering dipentaskan, sesuai dengan permintaan masyarakat, mereka menginginkan tari versi daerah yang mana yang ingin dipentaskan. Saat ini terdapat sebuah organisasi Tari Topeng Dalang di kecamatan kota pinggiran yang dalam tiap minggunya masih aktif mementaskan kesenian tari tersebut.