Pada saat ini masyarakat daerah perkotaan tidak begitu meminati kesenian tari ini, hanya didaerah pinggiran saja yang masih bertahan memperjuangkan kelestarian seni turun menurun ini. Pada beberapa tahun sebelumnya, pemerintah kota masih memperhatikan Tari Topeng Dalang dengan mengundang untuk dipentaskan pada acara-acara tertentu di kota Madura. Acara yang dipentaskan mereka sebut dengan Petilan, yang dimana dalam sekali pementasan berlangsung selama 15 hingga 20 menit.
Dalam setiap pementasan, jalan cerita yang dibawakan oleh dalang akan disesuaikan dengan masyarakat yang akan menyaksikan pertunjukan tersebut. Misalnya jika diadakan di pemerintah kota, maka jalan cerita yang dibawakan terdapat unsur-unsur politik yang sedang berkembang pada saat ini, namun masih tetap mempertahankan cerita pewayangan sesuai dengan karakter masing-masing wayang. Tetapi pada 2 tahun ini, pemerintah tidak begitu merespon dengan Tari Topeng Dalang. Tidak ada lagi undangan dari pemerintah kota untuk menampilkan kesenian ini, yang masih ada hanyalah kegiatan undangan ruwatan dari masyarakat.
Perlunya Revitalisasi
Dewasa ini dengan seiring berjalannya waktu, pandangan masyarakat terhadap seni kebudayaan tradisional makin terkikis karena masuknya pengaruh dari kebudayaan barat ke Indonesia. Pengaruh tersebut sangat terlihat dari cara berpakaian, tingkah laku, dan tutur kata yang masyarakat lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan seni kebudayaan tradisional yang Indonesia miliki mulai tergeser dan hampir punah keberadaannya.
Salah satu contohnya adalah kebudayaan asli Madura, yaitu kesenian Tari Topeng Dalang. Kesenian ini sebenarnya cukup berkembang di daerah Madura, namun yang lebih terlihat dan terasa secara jelas adalah di daerah pinggiran Madura, seperti di Sumenep, Dasuk, dan Kalianget. Tidak salah jika kesenian Tari Topeng Dalang disebut sebagai kesenian rakyat pinggiran, tetapi kesenian ini dulunya berawal mula dari kesenian yang diselenggarakan di keraton Sumenep.