Pada masa lalu, lakon yang dimainkan dalam Topeng Dalang banyak mengambil kisah Panji atau kisah-kisah seperti Damar Wulan. Namun dalam perkembangannya, kisah-kisah yang dipentaskan saat ini banyak mengambil cerita dari epik Ramayana dan Mahabharata, dengan ditambah cerita-cerita carangan yang tokoh-tokohnya tetap merupakan tokoh-tokoh Ramayana atau Mahabharata.
Dalam setiap pementasan kisah Mahabharata lebih sering ditampilkan. Karena kisah-kisah dalam Mahabharata terdapat lebih banyak pertentangan, perseteruan dan konflik. Konflik multi dimensi, dari masalah cinta, perang saudara, perebutan tahta, ideologi maupun pertentangan antara anak dengan orang tua, murid dengan guru, saudara dengan saudara. Konflik-konflik tersebut dibumbui dengan adu kedigdayaan, baik berupa senjata mustika maupun kesaktian yang dimiliki oleh para ksatria.
Sebagai media dakwah, ceritera dalam epik Mahabharata telah dimodifikasi demikian rupa. Tokoh-tokoh dan alur cerita tetap sama. Namun isi maupun filosofinya diubah menjadi cerita yang bernuansa dan bernafaskan nilai-nilai Islam. Hal ini dapat dibuktikan dalam cerita Mustakaweni atau Hilangnya Jimat Kalimosodo. Jimat Kalimosodo adalah sebuah senjata pusaka yang berkekuatan istimewa yang dapat digunakan untuk maksud apa saja sesuai dengan kehendak pemiliknya.
Cerita jimat Kalimosodo adalah asli buatan Demak. Maksudnya ‘ Azimah = Jimat (sesuatu yang bertuah/sakti). Sada = Syahadat (Persaksian, bukti diri), jimat Kalimosodo berarti Azimah Kalimat Syahadah, mempunyai kesaktian luar biasa dan dimiliki oleh keluarga-keluarga yang baik seperti Pandawa. Sedangkan Pandawa Lima, ada yang mengartikan Rukun Islam yang lima, atau Lima Waktu Sholat dan lain-lain.