Tradisi Ater-ater Tergerus Arus Globalisasi?

Hal ini menarik dicermati dan dimaknai. Dengan demikian budaya ater-ater merupakan budaya yang menunjukkan rasa empati, simpati, sekaligus menarik seseorang agar terhindar dari mental indivi dualistis. la menunjukkan rasa solidaritas dan kepe dulian sosial yang cukup tinggi terhadap sesama.

Filosofi-filosofi serupa akan mudah kita temukan dalam ajaran Islam, terutama dalam tradi si sufi. Ater-ater secara tersirat sebenamya juga diajarkan Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhamad menuturkan, “Rayakanlah pesta perkawinan, umumkanlah walaupun hanya dengan seekor kambing, dan perbanyaklah kuah nya agar semua sanak famili dan tetanggamu juga dapat merasakan kebahagiaan.”

Bukan tidak mungkin tradisi ater-ater di kala ngan masyarakat Madura ini merupakan budaya yang ditransmisikan dari budaya dan ajaran Islam. Pada sekitar abad ke-15, Islam masuk ke Madura (Rifa’i, 2007). Masuknya agama Islam di Madura banyak membuat perubahan budaya keberaga maan yang bersifat sinkretis. Hal ini bisa dilihat masih banyaknya masyarakat Madura yang masih suka membakar kemenyan pada malam Jumat. Ini terjadi tidak hanya di pedesaan, tapi juga di pede saan. Sudah mafhum, kebiasaan yang demikian merupakan warisan agama Budha dan Hindu.

Dinamisasi pola keberagamaan juga meme ngaruhi banyak hal dari sisi kehidupan orang Madura. Seperti, nama yang diberikan kepada anak nya. Yang asalnya orang Madura sering memberi nama anaknya Bhunkot, Kaddhu’, Bengngug, dan seterusnya, pada tahap setelah masuknya Islam berubah menjadi Islami atau kearab-araban (Rifa’i, 2007). Tradisi ater-ater bisa jadi masuk melalui transmisi ajaran dan nilai-nilai Islam sebagaimana nama-nama tersebut.

Pada saat ini, tradisi ater-ater masih saja berlangsung, meskipun gaungnya tak sedahsyat yang sebelumnya. Siapa pun bertanggungjawab menja ga kelestariannya untuk membendung arus globalisasi yang menggiring pada paradigma mental libe ralisme dan individualisme. Merebaknya alat komu nikasi seperti handphone di seluruh pelosok desa Madura membuat sebagian masyarakat merasa tidak perlu melakukan ater-ater kalau hanya hen dak berkomunikasi dengan tetangga atau sanak saudara. Mereka cukup SMS.

Konservasi tradisi ater-ater ini dapat pula be rarti meminimalisasi dampak buruk dari dinamika proses modernisasi yang semakin tidak peka terha dap nilai-nilai kemanusiaan. Sebab, tradisi ater-ater merupakan simbol solidaritas, kepekaan, kepe dulian, dan kesetiakawanan (tabloid info)

Responses (2)

  1. disitu tidak dijelaskan budaya TER ATER itu tidak dijelaskan dilaksanakan pada saat apa. di kapung saya budaya itu dilakukan pada saat menjelang bulan puasa, hari raya idul fitri atau hari raya idul adha. (H-1) perayaan.

    1. Tradisi ter-ater bisa dilakukan setiap saat, khususnya pada peringaran tertentu; hari besar keagamaan, kelahiran, kematian, hajatan, atau peristiwa lainnya, bahkan ketika seseorang nanggap perkumpulan pengajian, ter-ater juga menjadi bagian dari kegiatan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.