Ainur Rahman Hidayat
Rumusan masalah yang menjadi mainstream dalam tulisan ini adalah “Apakah tradisi carok dalam masyarakat Madura itu suatu substansi”. Apabila tradisi carok merupakan suatu substansi, manakah aspek statisme dan dinamisme, aspek yang satu dan yang banyak serta manakah aspek transendensi dan imanensinya. Sebelum penulis memaparkan metafisika tersembunyi “dibalik” tradisi carok, terlebih dahulu akan dikemukakan sebuah asumsi dasar dari tradisi carok tersebut.
Tradisi carok merupakan eksplisitasi pribadi, harkat dan martabat masyarakat Madura secara totalitas, yang mengandung berbagai unsur dalam dirinya sendiri. Unsur yang dimaksud adalah individualitas (bahwa carok merupakan pertarungan dengan menggunakan clurit, yang hampir selalu menekankan pada ke-aku-annya, sebagai seorang yang disebut jago) dan sosialitas (bahwa carok hampir selalu terkait dengan persoalan membela keluarga, sebagai wujud adanya saling melindungi keselamatan dan kehormatan keluarga), transendensi (bahwa carok merupakan wujud pengakuan masyarakat Madura akan adanya konsep amanah, yaitu keluarga yang harus selalu dipelihara) dan imanensi (bahwa carok merupakan bagian tak terpisahkan dari kultur masyarakat Madura akan konsep kehormatan keluarga dan pribadi), otonomi (bahwa carok merupakan suatu keunikan dan keberlainan, yang dimanifestasikan oleh masyarakat Madura untuk merespons setiap peristiwa kemasyarakatan, yang menyangkut kehormatan dan ketersinggungan) dan korelasi (bahwa carok merupakan suatu tradisi kekerasan, yang tidak bisa dipisahkan dari seluruh karakterisasi masyarakat Madura).
Berbagai aspek tersebut di atas, tidaklah dipandang secara sektoral (diekstrimkan), tetapi dipandang secara integral sebagai suatu hal yang membentuk keutuhan karakterisasi masyarakat Madura.
Berdasarkan uraian asumsi dasar carok tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa tradisi carok dalam masyarakat Madura merupakan suatu substansi, yang terdiri dari tiga aspek utama. Ketiga aspek tersebut adalah “Yang satu dan Yang banyak”, “Statisme dan Dinamisme” serta “Transendensi dan Imanensi”.