Tradisi Carok Sebagai Substansi Substansionalistik

Etika fundamental Levinas ingin menunjukkan bahwa segenap sesama, tanpa kecuali menjadi tanggung jawab kita, yang mengikat kita untuk menghormati dan menyelamatkannya, karena dalam “keluhuran” “muka” (visage) segenap sesama tanpa kecuali “nampak” “kemuliaan” “Yang Tak Terhingga”.

Dari pengertian etika fundamentalnya Emmanuel Levinas, penulis kemudian meramunya menjadi tolok ukur yang bersifat normatif—walaupun ajaran “muka”nya Levinas tidak bersifat normantif. Yang penulis maksudkan dengan normatif-etis-fundamental adalah suatu konsep bahwa keunikan dan keberlainan “orang lain” menjadi totalitas tanggung jawab “saya”, yang bersifat keharusan. Artinya secara normatif kita harus memperhatikan orang lain, harus menghormatinya dalam keunikan dan keberlainannya, harus bersedia bertanggung jawab atasnya.

Secara metafisis normatif-etis-fundamental menunjukkan bahwa kenyataan paling dasar bukanlah cakrawala kemengadaan, melainkan munculnya orang lain di depan kita. Artinya metafisika haruslah bertolak dari kenyataan orang lain, dari kelainannya sebagai fakta yang tidak dapat dicaplok dalam filsafat penyamaan (identitas).

Dengan kerangka berpikir secara normatif-etis-fundamental, penulis ingin menunjukkan bahwa unsur kekerasan yang berujung pada pembunuhan, dalam tradisi carok pada masyarakatr Madura adalah harus ditolak. Karena sangatlah jelas bahwa tradisi carok dengan kekerasan sebagai aspek statisme-nya, telah menganggap sepi adanya keunikan dan keberlainan orang lain, yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi keselamatannya. Dalam konteks ini para pelaku carok dapat dikatakan telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap orang lain, telah melakukan tindak kriminalitas terhadap orang lain. Orang lain sama sekali tidak dihargai, dihormati dan dilindungi keberlainannya, justru para pelaku carok menganggap orang lain sebagai “musuh”, yang harus dihabisi nyawanya. Orang lain dalam kacamata para pelaku carok diidentikkan dengan sampah, yang dianggap merusak tatanan sosial, dianggap meruntuhkan kewibawaan dan status sosial dirinya sebagai oreng jago.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.