Madura selain dikenal sebagai wisata religi, juga dikenal sebagai wisata budaya, sebab itu para seniman, dan pemerhati kebudayaan juga dilibatkan dalam pengembangan wisata Sumenep, terutama untuk mensukseskan Sumenep Visist 2018. Sebagai masyarakat yang taat mpada tradisi dan kultur yang ada, tentu dengan meletusnya wacana Visit 2018 sangat khawatir dan gusar, terutama masyarakat pedesaan yang berpegang teguh kokoh pada tradisi, untuk itu apa yang sudah dilakukan oleh para budayawan? Dan apa sumbangsih budayawan untuk mensukseskan program pemerintah Sumenep dalam mengembagkan Visit 2018?.
Berikut wawancara Majalah Fajar, Muhammad Tamimi dan Abdul Warist, dengan pengamat dan pemerhati kebudaayn Sumenep, Bapak Syaf Anton Wr
**************
Apakah ada keterancaman kebudayaan di Sumenep seiring akan diberlakukannya visit sumenep 2018 nanti?
Dalam kontelasi budaya Nasional, etnik Madura memiliki kekuatan budaya tersendiri, unik dan specifik. Bila kekuatan dan pertahanan ini kuat, maka bentuk apapun ancamannya tidak akan tergoyahkan. Namun sebaliknya, bila ketahanan budaya masyarakat Sumenep luntur, tentu akan berakibat buruk pada tatanan budaya Sumenep selanjutnya.
Sebagaimana kelahiran dan terbentuknya budaya Madura yang tumbuh dari akar kehidupan masyarakat seharusnya dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat tanpa harus hawatir terhadap masuknya budaya diluarnya. Tapi persoalannya, apakah kebenaran kekuatan ini menjadi realitas bagi masyarakat Sumenep?.
Dalam pemikiran saya, kehidupan tradisi (kesenian, sosial dan lainnya) Madura merupakan satu-satunya yang memiliki nilai plus, karena nilai tradisi menjadi tolok ukur sebagai martabat masyarakat Madura. Bahkan nilai ini diimplementasikan setiap kelompok etnik Madura di dalam dan yang eksoduspun tetap mempertahankan nilai-nilai kemaduaraannya meski mereka hidup dalam kondisi budaya yang berbeda. Hal ini sebenarnya sudah ada sejak budaya Madura itu tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakatnya.
Kehawatiran macam ini pernah terjadi pada saat akan dibangunannya Jembatan Suramadu beberapa tahun lalu. Ada sejumlah pihak menghawatirkan, bila nanti Madura “diserang” oleh masuknya budaya luar, budaya instan, dan bahkan bila Madura saat itu dijadikan wilayah industrialisasi otomatis hal buruk akan berakibat terhadap nilai budaya Madura.
Apakah budaya Sumenep siap menerima budaya luar?
Sumenep ini wilayah terbuka oleh siapa saja dan dari mana saja. Terbukti, tidak sedikit orang-orang dari luar Madura berdatangan masuk wilayah Sumenep dengan segala kepentingannya; jadi pegawai, guru, pengusaha dan lainnya.
Dengan kondisi macam ini, secara otomatis mereka tentu membawa “budaya” nya sendiri dari tanah asal. Nah, disinilah fungsi toleransi budaya perlu dikuatkan, dan nyatanya apresiasi masyarakat pendatang cukup menikmati dalam kondisi sosial budaya Madura di Sumenep.