Pada babak lima ini diawali dengan formasi berdiri seperti babak sebelumnya, yaitu sambil membalikkan badan ke kiri dan ke kanan dan sesekali kaki sebelah diangkat agak meninggi mengiringi bacaan dan tepuk tangan tepat di atas lutut yang diangkat. Mereka melantunkan lafadz dzikir “Allâh Hayy”, secara terus menerus mengiringi irama tepuk tangan dan seorang nasyid-nya melantunkan bacaan yang berisi pujian terhadap Nabi Yusuf berbahasa Madura dengan irama seperti lagu Madura yang bertajuk Tandhu’ Majhâng. Syair lagu tersebut adalah sebagai berikut:
Carétana Nabi Yusuf
Panéka Potrana Ya’kub
Coma tèllo’ satarétan
Nabi Yusuf gus bhagusan
Se bine’ Maryam Asmana
Bunyamin néko Bhungsona
Tarétan sé laén ébhuh
néko sanga’ padhâ jâgo
Nabi Yusuf mon é abâs
Oréng saké’ dhaddi bhârâs
Alés tangkél sakaléyan
Bibir manggis karéngèttan
Sabbhu’ locot ta’ arassah
Gèllung locot ta’ arassah.
Kemudian diganti dengan nasyid lainnya dengan melantunkan lagu-lagu pujian terhadap pendiri tarekat Sammaniyah, yaitu Syekh Samman Waliyullah. Selanjutnya bacaan penutupan (sayonara) dilantunkan dalam Bahasa Indonesia berupa pesan-pesan perpisahan dan ucapan selamat tinggal, juga saling memaafkan antara satu dengan yang lain, dan, yang terpenting, ajakan kepada kebenaran.