Drs. Christanta Wismanugraha M.hum*)
Seperti di Jawa, orang Madura pada dasarnya memiliki orientasi dua alam, yakni alam semesta (makrokosmos) dan alam diri sendiri (mikrokosmos). Orang Jawa menggambarkan alam semesta dengan sebutan jagad cilik atau mikrokosmos dan jagad gedhe atau makrokosmos, keduanya dijelaskan pula dengan matra ‘yang tampak’ dan yang ‘tidak tampak’ sehingga hidup manusia hendaknya dapat menyatu dan selaras dalam dua matra itu. Keseimbangan antara dua alam tadi senantiasa diupayakan dan dijaga agar supaya hidup dan kehidupan ini selalu harmonis.
Upaya menjaga keselarasan dan keteraturan kosmos diwujudkan dengan upacara-upacara yang memvisualisasikan alam pikiran dan harapan manusia. Upaya menjaga keselarasan dan keseimbangan kosmos di pelosok wilayah Pulau Madura masih dapat diikuti meskipun pengaruh agama Islam sangat kuat.
Namun demikian, tradisi lama itu dewasa ini juga kian bersulam dengan tradisi Islam. Hal demikian bisa dipahami melalui kesadaran manusia bahwa tugas manusia terhadap dunia yang ‘tampak’ adalah mengupayakan kesejahteraan duania maka diperlukan upaya mencari petunjuk Tuhan, mencari kepastian perihal apa saja yang dikehendaki Tuhan terhadap manusia.
Tradisi adalah sesuatu yang bergerak secara dinamik karena proses pewarisan sangat melekat dengan dinamika berbagai aspek peri kehidupan manusia dan alam pikiran, alam rasa manusianya. Kendati demikian, yang namanya pandangan manusia Madura terhadap roh leluhur dan roh alam gaib tidak pernah raib. Orang Madura menganggap bahwa roh nenek moyang itu berada dalam alam yang berdekatan dengan Tuhan, berdekatan dengan roh-roh lain dengan berbagai karakteristiknya.
Berkah Tuhan senantiasa dimohon melalui berbagai tata cara dan doa-doa secara langsung dan tidak langsung, artinya, peran roh nenek moyang dan roh-roh pengantara manusia dengan Tuhan masih dianggap perlu disapa dan harapkan membantu menyambung dan menyampaikan harapan manusia di alam jagat raya ini. Hubungan manusia dengan leluhur dipercaya memiliki nilai yang dapat menjamin keseimbangan tatanan kosmos sehingga secara konkret relasi-relasi itu diwujudkan melalui bentuk-bentuk menjalin relasi dan inter-relasi secara horizontal dan vertikal.
Dalam kenyataan hidup manusia menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan dosa, kejahatan, penderitaan, serta kegagalan-kegagalan. Untuk itulah manusia berupaya menipiskan masalah-masalahnya dengan salah satunya mengadakan upacara rokat. Upacara rokat di Jawa disebut ruwat atau orang Osing (Banyuwangi) menyebut lukat, dan tujuan rokat adalah membersihkan atau membebaskan manusia dari ancaman yang dapat mengganggu kehidupannya.