Masa Pemerintahan Aria Tumenggung Jaingpati di Sumenep
Tumenggung Jaingpati diangkat sebagai Bupati Sumenep tahun 1644 M berada di bawah pengaruh kekuasaan Mataram. Dalam masa pemerintahan Tumenggung Jaingpati tidak ada perubahan yang berarti bagi kehidupan masyarakat. Keadaan ekonomi masyarakat mulai memburuk karena pada saat itu Bupati Sumenep diberi kewajiban untuk membayar upeti kepada Raja Mataram. Kewajiban untuk membayar upeti dan beberapa produk penting yang dihasilkan Sumenep tentunya sangat membebani rakyat yang kehidupannya semakin sengsara. Beberapa upeti yang dipersembahkan kepada raja Mataram antara lain, kapas, gula jawa, dan ikan kakap merah kening.
Pada saat Tumenggung Jaingpati memimpin pemerintahan di Sumenep, Raden Bugan (Putra Pangeran Cakranegara I) tengah diasuh oleh Sultan Cirebon. Ia banyak mendapatkan pelajaran yang mendalam tentang agama Islam. Setelah dirasakan cukup menimba ilmu, kemudian oleh Sultan Cirebon dianjurkan untuk melanjutkan pendidikan agama ke pesantren Sunan Prapen di Giri. Pada saat menempuh pendidikan di pesantren Giri, Raden Bugan bertemu dan bersahabat dengan Raden Trunojoyo, cucu dari Pangeran Cakraningrat 1.
Raden Bugan Ke Pesantren Giri
Dikirimkannya Raden Bugan untuk menempuh pendidikan di pesantren merupakan salah satu upaya menghasilkan kepemimpinan yang berkualitas di kalangan bangsawan Sumenep. Di Giri Raden Bugan menjadi salah saw santri kesayangan Sunan Prapen. Bahkan kasih sayang yang diberikan Sunan Prapen seperti kasih sayang yang diberikan kepada anaknya sendiri.
Dikirimkannya Raden Bugan memasuki dunia pesantren di Giri merupakan pilihan bijaksana, karena Sunan Prapen merupakan seorang ulama yang merniiki pengaruh dan peran yang amat besar dalam perkembangan Islam di Nusantara. Beberapa orang santri yang menuntut ilmu di pesanteren Giri berasal dan luar Jawa, di antaranya Lombok, Sulawesi, Madura dan Ternate. Giri menjadi pusat pengembangan Islam dan banyak membenikan pengaruh kuat kepada daerah Jawa timur dan Madura.