Tumenggung Jaingpati, Sebagai Adipati Sumenep

Konon, permintaan Sunan Prapen dipenuhi, ia memotong rambut dan kukunya lalu mandi mensucikan din dan melaksanakan shalat sunnah dua rakaat. Usai menjalankan shalat Sunan Prapen merangkul istninya seraya berkata kepada Raden Bugan: “Bunuhlah aku dengan tumbak pusakamu, tetapi penlu kau ingat ketika kau menikam tubuhku jangan sampai mengenai tubuh istriku yang ada dalam rangkulan. Kau hanya dipenintah untuic membunuhku”.

Airmata berlinang dan kedua sudut mata Raden Bugan, sebenarnya ia tak sampai hati untuk membunuh guru yang sangat dhormati dan dicintainya. Tetapi disisi lain ia hams menjalankan perintah Raja yang dipatuhinya. Lalu, untuk terakhir kalinya ia menghaturkan sembah kepada Sunan Prapen dan menikamkan tumbak pusaka ke tubuh Sunan.

Malang bagi Raden Bugan, tombak yang ditikamkan tidak hanya mengenai tubuh Sunan Prapen, namun juga turut melukai tubuh istri Sunan yang kemudian mengakibatkan keduanya menghembuskan nafas yang terakhir. Sebelum wafat dalam keadaan merangkul istrinya yang terluka parab, Sunan Prapen sempat berpesan, “Bugan, kau tidak benar menjalankan tugas, karenanya kau kukutuk; dalam tujuh turunan, kau tidak akan mempunyai keturunan laki-laki yang menjadi pemimpin Negara (Raja).

Usai mengucapkan kutukan, Sunan Prapen menghembuskan nafas terakhir. Jasad Sunan Prapen dikebumikan di pekuburan Giri, sedangkan potongan kepalanya diserahkan kepada Raja Mataram.

 

Artikel bersambung;

  1. Tumenggung Jaingpati Sebagal Adipati Sumenep)
  2. Jaingpati Menyambut Kedatangan Trunojoyo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.