Seperti yang dikutip dari para sesepuh, soal peminangan seorang gadis sampai pada acara pernikahannya, maka pada mulanya orang tua para dua calon mempelai membuat suatu kesepakatan tanpa sepengetahuan dua calon mempelai tesebut karena sudah menjadi adapt ataupun tradisi sejak nenek moyang terdahulu. Konon katanya selalu dijodohkan pada famili-familinya sendiri dengan alas an agar ikatan kekeluargaan tidak terputus dan menjadi keluarga besar secara turun temurun.
Kemudian menurut kebiasaan para orang tua laki-laki, sehingga akan selalu melihat dan memperhatikan di setiap kalangan keluarga-keluarganya sendiri, barangkali disitu kebetulan ada gadisnya, barulah para orang tua bermusyawarah untuk meminangnya. Setelah ada kesepakatan maka orang tua laki-laki mendatangi rumah si gadis tersebut dengan membawa kopi gula, dengan maksud sementara menanyakan si gadis itu, walaupun sebenarnay sudah tahu bahwa si gadis itu kosong. Namun jawabannya sementara dari pihak orang tua si gadis menyampaikan terima kasih atas kunjungannya. Setelah bermufakat dengan para sesepuh barulah orang tua mengunjungi rumah pihak laki-laki dengan membawa kue-kue ala kadarnya sebagai pernyataan setuju.
Selanjutnya, datanglah pihak laki-laki untuk kedua kalinya dengan membawa Pisang dan Nangga Sari. Sementara art dari persembahan-persembahan tadi mengandung makna yang penting. Misalanya pisang ini ada dua macam yaitu pisang muda dan pisang yang sudah matang. Pisang muda dapat diartikan bahwa perkawinan masih lama waktunya. Sedangkan pisang yang sudah matang mengandung arti bahwa perkawinannya sudah tidak lama lagi waktunya. Kemudian makna dari Nangga Sari ialah mencari (Asare).
Karena peminangan tadi sudah disetujui, maka keesokan harinya datanglah si tunangan laki-laki ketempat si gadis dengan membawa sepikul kayu bakar sebagai persembahan dan sebagai suatu tanda bahwa si tunangan sudah bertandang, dengan maksud ngapel (Asanjhe).
Unik dan menarik