Oleh, Nurul Hadi Abdi
Usaha untuk mempertahankan adalah sebuah usaha reaksi yang lebih bersifat responsive daripada aksi-aksi yang kreatif. Sementara budaya yang ingin dipertahankan khususnya pada masyarakat Madura masih berupa sebuah nilai yang nisbi (karena keberadaannya tidak terkonseptualisasikan secara sepakat), apalagi usaha semacam ini dimaksudkan dalam rangka menghadapi sebuah realitas yang cenderung kapitalistik dan materialistik.Oleh karena itu, saya melihat, adanya indikasi bahwa usaha ini tidak akan banyak berpengaruh seperti yang diharapkan. Namun demikian, bukan berarti kita tidak mampu berbuat apa-apa, karena yang bisa kita lakukan dalam saat ini, adalah tahapan identifikasi sebuah budaya yang lebih konkret, sehingga kita mampu dengan mudah untuk merumuskan sebuah strategi pertahanan yang diperlukan. Karena ketika kita sudah menemukan wujudnya yang riil, bisa jadi kita tidak lagi membutuhkan usaha pertahanan ini —pertahanan yang difensif, karena dipandang tidak lagi menguntungkan, malah yang dianggap paling menguntungkan nantinya malah usaha sebaliknya, yaitu strategi pengembangan (strategy of development)dan aktualisasi serta sosialisasi budaya yang relative gencar.
Budaya dalam artian yang sederhana, tentu sudah kita pahami bersama, ia merupakan hasil dari sebuah peradaban manusia yang dilakukan secara turun temurun dengan sebuah legitimasi komunal masyarakat setempat. Khusus untuk kawasan Madura, yang bisa kita kategorikan ke dalam arti ‘budaya’ dalam pemaknaan semacam ini sungguh sangat banyak sekali. Walaupun tentunya juga, kita sadar bahwa yang dimaksud dengan legitimasi di sini adalah nilai-nilai budayanya yang masih relevan dengan ajaran-ajaran agama Islam, sebagai agama mayoritas penduduknya. Maka kalau demikian adanya, penulis sedikit memberikan gambaran budaya Madura yang mungkin masih layak untuk dipertahankan. Lagi-lagi dalam kaca mata agama.
Budaya Madura yang dimaksud di atas, tidak akan jauh dari beberapa nilai di bawah ini:
- Kesadaran untuk saling membina persaudaraan
- Loyalitas keagamaan yang cukup tinggi
- Ramah tamah dan saling menghormati
- Berpegang teguh pada prinsip “lebih baik putih tulang daripada putih mata”
- Terbuka tapi tetap mempertahankan gengsi kehormatan, khusus untuk maduranis yang berada di Mesir, ini lebih kita kenal dengan inklusifisme.
- Solidaritas yang tinggi
- Pengertian dan toleransi
- Dll.