(Antara citra, realita, dan tantangannya)
Edhi Setiawan
Madura dan Citra Kekerasan
Membicarakan orang Madura, orang luar selalu menonjolkan pandangan steorotipe yaitu kekerasan. Walaupun sulit untuk dibantah bahwa kekerasan telah menjadi bagian dari kehidupan orang Madura masa lalu, tetapi bukan berarti orang Madura identik dengan kekerasan. Sepanjang sejarah perjalanan sejarah Madura amat sulit ditemui data-data mengenai tindakan-tindakan kekerasan seperti perkelahian antar desa/kampung, kekerasan yang berbau sara, terjadi di pulau Madura. Sejak masa lalu orang Madura bisa hidup berdampingan secara damai dengan bermacam suku dan etnis (Jawa, Bugis, Melayu, Cina, Arab, dll).
Pertanyaannya sekarang mengapa stigma “kekerasan” begitu melekat pada suku Madura saja. Hal mi utamanya disebabkan yang dijadikan ukuran / sifat adalah perilaku orang-orang Madura umumnya adalah perilaku orang-orang Madura yang ada di rantau. Penelitian orang-orang Madura di perantauan yang pada umumnya banyak bekerja di sektor-sektor yang keras persaingannya seperti di terminal, pelabuhan, jaga malam, centeng, tukang becak. Di lapangan kerja seperti diatas jelas memerlukan sikap-sikap tegas, berani dan kadang-kadang harus berlaku kasar agar eksistensinya tidak tergantikan. Kadang-kadang juga sikap berani dan tegas komunitas orang Madura di perantauan banyak digunakan oleh oknum-oknum tertentu sebagai penekan dalam penyelesainan persoalan. Gambaran-gambaran mengenai sifat/perilaku orang-orang Madura berbeda dengan yang diperantauan.
Amat jarang peneliti-peneliti Indonesia datang dan mengamati obyek penelitian mengenai orang Madura di pulaunya sendiri. Selain itu ketimpangan-ketimpangan publikasi mengenai Madura terjadi. Publikasi mengenai Madura pada umumnya terfokus pada unsur-unsur yang mengandung kekerasan dan pada menulis mengenai keunggulan-keunggulan Madura dalam seni tari, ukir, musik, dan lain-lain.
Masa kegelapan dan kemelaratan Madura pada permulaan abad ke 19 (jaman pernerintahan tidak langsung) sebagai akibat penjajahan, feodalisme menyebabkan keterpurukan orang Madura dalam kemiskinan, ketidakadaan kepastian nasibnya. Tidak adanya perlindungan dan kepastian dalam bidang hukum makin mendorong orang-orang Madura ke lembah penderitaan.