Seorang karena manusiawi, pastilah memiliki kebaikan dan keburukan, kelebihan atau kekurangan. Dalam hal ini kami akan meninjau dari “kebaikan atau kelebihan” agar mempelajari sejarah memperoleh hikmanya.
Tahu Membaca Jaman
Akibat kemahiran berdaya tebak sehingga siapa “coming” man yang akan muncul sebagai penguasa, maka Arya Wiraraja mengikuti jejak ini, sehingga tindakannya mirip dengan tindakan insan politik jaman kini. Bagi orang yang tidak mengikuti “membaca jaman”, tindakan Arya Wiraraja ini akan dianggap sebagai penghianatan, seperti pengmbaraan dari Dr. H. J. De Graff.
Mengingat pendirian demikian, maka ia pastilah “anak jaman”, “Wongira” orang yang berkuasa/akan berkuasa. Hal ini terbukti :
- Mengabdi kepada Kertanegara sebagai Adipati Songennep.
- Mengingatkan jayakatwang untuk menumbangkan Kertanegara, dan kawannya Empu Raganatha.
- Memberikan perlindungan kepada R. Wijaya dan menjanjikan untuk menolong jadi Raja.
- Membujuk tentara Mongol/Tartar untuk bersama R. Wijaya menumbangkan Jayakatwang.
- Bersama R. Wijaya menghancurkan tentara Mongol/Tartar
- Memberikan puteranya menjadi korban pemberontakan terhadap R. Wijaya. (Peristiwa Rangga Lawe).
- Menjadi “Gubernur”Lumajang, dan dari sana membiarkan Nambi memberontak terhadap R. Wijaya.
Mengingat kepekaan “membaca jaman” ini, arya Wiraraja dalam semua tindakannya bagaikan “kontrofersi”. Barangkali hal ini ia sebagai “anak jaman” merupakan produk pada jaman itu, dimana tokoh Kertanegar juga banyak membuat kontroversial.
Nasionalisme
Pengabdian Arya Wiraraja adalah untuk Kertanegara yang paling lama. Maka segala sepak terjang Kertanegara dalam usahanya menyatukan Nusantara penaklukan Bali dan Melayu, diketahuinya dengan pasti dan Arya Wiraraja merupakan bagian dari penyatu tersebut. Dimana saja is bertugas, tanpa pandang suku dan wilayah, dilaksanakannya dengan baik. Sejak di Singosari, songennep, Mojopahit, sampai di Lumajang, ia bekerja dengan baik, sehingga ia di semua tempat tersebut dihormati dan dianggap sebagai pemimpinnya.