Sekitar awal tahun 1947, Letnan Kolonel Abdul Latief dari Divisi Narotama sebagai Komandan Sektor Komando Pusat Pertempuran (COPP) VI memanggil Kepala-kepala Staf masing-masing Resimen di bawah naungan Divisi Narotama berkumpul di Jombang (Markas COPP VI).
Pembentukan COPP terjadi di tengah pertempuran dan gerilya, sehingga tidak terpikir untuk meng-Indonesia-kannya. Rupanya sudah ada kesepakatan diantara ketiga Divisi di Jawa Timur, Divisi Jati Kusumo Bojonegoro (Ronggolawe) Divisi Sungkoro Kediri (Narotama) dan Divisi Sujai Malang untuk membentuk Komando Pusat Pertempuran (COPP) di sektor daerah masing-masing atas dasar perintah dari Yogyakarta, yang dinamakan Komando Wehrkreis.
Tujuannya ialah untuk mengadakan konsolidasi dari segala tenaga seperti Tentara Keamanan Rakyat, Lasykar Rakyat dan lapisan masyasakat termasuk Pemerintah Daerah di wilayah Divisi dan Resimen-resimen untuk sekali lagi membulatkan tekad menghadapi serangan-serangan Belanda, jika mungkin mengadakan serangan-serangan balik.
Strategi Komando Wehrkreis ialah mempersiapkan diri secara total (istilah sekarang perang semesta) menghadapi musuh. Yang intinya merupakan penyusupan ke dalam daerah musuh secara cepat jika lawan menyerang dimana diperkirakan daerah belakang lawan jadi berkurang atau melemah (wingate)
Maka dengan pembentukan Komando Wchrkreis itu di wilayah masing-masing Divisi terbentuk suatu Komando Pusat Pertempuran (sektor), di wilayah Resimen dibentuk Sub-sub Sektor COPP yang dinamakan Komando-komando Pos Pertempuran (COPP). Kalau di Divisi Narotama adalah Letnan Kolonel Ahdul Latief Hendraningrat ditetapkan sebagai Komandan COPP VI, maka di masing-masing Resimen, Kepala Staflah dan Resimen yang bersangkutan ditetapkan sehagai Komandan Sub Sektor COPP.
Di Madura sesudah penggahungan dua Resimen menjadi satu, ditetapkan satu COPP yang bernama COPP VI/35 (angka 35 berasal dan Resirnen 35 Madura). Dengan demikian maka Kepala Staf 35 Mayor Abu Djamal, ditetapkan sebagai Komandan Komando Pos Pertempuran VI, 35, di samping adanya Letnan Kolonel Chandra Hassan
sebagai Komandan Resimen 35 yang membawahi COPP.
Struktur demikian tidak rnempengaruhi jalannya pekerjaan rutin administrasi maupun jalannya tugas lapangan, karena antara Resimen Komandan dan Komandan COPP telah di adakan pembagian tugas yang serasi. Sebagai Komandan COPP, tugas-tugas sebagai Kepalà Staf Resimen tetap di jalankan seperti biasa.
Pendaratan di Sektor I (Madura Barat)
Pada tanggal 4 Agustus 1947, pukul 03.00, 6 motorboat mondar-mandir menjauh dan mendekat dari pantai pertahanan sub sektor Kamal dan sekitamya. Seluruh pos depan sub sektor tersebut anggotanya secara otomatis siap dan telah masuk posisi stellingnya masing-masing dengan perintah agar tidak menembak sebelum musuh mendarat, demikian pula bagian menarik ranjau sudah siap dan rupanya hal ini diketahui oleh pihak Belanda sehingga mereka merubah haluan.
Tepat pada pukul 06.00, tembakan berbunyi di sebelah timur pertahanan Kamal dan dipantai Kesek Baturobbu menjadi gencar, ini adalah suatu pertanda bahwa Belanda betul-betul mulai mendarat di sebelah timur Kamal.
Kekuatan Belanda yang mendarat diperkirakan 2 Kompi Infanteri dibantu dengan beberapa tank. Sekitar pukul 07.00, pasukan Belanda mendapat bantuan lebih kurang 6 pesawat terbang pemburu Mustang (cocor merah).
Maksud Belanda yang akan menyerang Kamal dan Lambung, setelah terbentur pertahanan ranjau, lalu membelok keutara dipecah menjadi dua bagian, yakni darin Baturobbu sebagian menuju ke Bueneh, di daerah pertahanan Kompi Hafiludin yang terpukul di Batuporron berputar ke utara menuju desa Jaddih yang dipertahankan oleh pelaton ALRI di bawah pimpinan Letnan Sunarto.
Perlawanan BKR/ALRI di Batuporron
Tentara Belanda mendarat ke Madura melalui desa Tanjung Jati sekitar pukul 05.00, kemudian memasuki penjagaan ALRI. Menurut laporan penjaga pintu barat Batuporron bahwa Belanda telah mendarat dengan tiga tank dengan beberapa pasukannya.
Komandan Kompi I, Abusiri mempertahankan daerah itu. Setelah tank menghadap di muka pintu Batuporron kurang Iebih 10 meter, maka Komandan Kompi dengan lasykamya. M.Mochtar, menarik trekhomnya tetapi sia-sia belaka.
Abusini (Komandan) dengan lima orang lasykarnya menembak dengan gencarnya ke sasarannya untuk mengacau tentara Belanda. Komandan Belanda memberi balasan serangan dan Abusiri mundur ke markas di Batuporron dan mengajak Lasykar-lasykarnya mundur pula ke Kesek bergabung dengan tentara Darat dan terus ke pertahanan Gunung Jaddih.
Sampai di Pasar Labang, tank-tank Belanda sudah ada di situ. Lasykar Kurdi diperintahkan untuk menarik trekbom, dan meledak. Setelah itu tentara Belanda mulai menembak dengan mitraliurnya. Menurut.keterangan rakyat yang Iari, banyak rakyat yang tewas di pinggir jalan.
Tentara Belanda terus bergerak ke Parseh, Pasukan akan menuju ke Seksi II di Gunung Jaddih yang di pimpin oleh Letnan Sunarto. Setelah perjalanan kira-kira setengah kilo meter, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang keras, yang temyata gudang amunisi di Jaddih diledakkan atas penintah Kapten Ahmad. Komandan Ki TRLI Bangkalan, jika pasukan Belanda bergerak menuju ke pertahanan kita di Jeddih. Sesampainya di Jeddih, pentahanan ke II sudah hancur semua, rumah-rumah rakyat pada bagian barat banyak yang roboh.
Diperkirakan bahwa tentara Belanda di Tanjung Jati/Batuporron akan melanjutkan serangannya kejurusan utara melalui Labang, Parseh dan Jambu menuju kota Bangkalan. Adanya persiapan dari Batalyon VI di Kecamatan Burneh dengan Kompi III pimpinan Letnan Sam Hafiludin telah mengambil inisiatif, mcmbentuk dua regu pilihan yang dipimpin oleh Letnan Achmad dan Letnan Abdul Kadir untuk menghadapi serangan dari selatan jurusan Burneh.
Tepat pada hari itu juga sekitar pukul 14.00, pasukan tentara Belanda dengan kekuatan kurang lebih 4 tank telah menyerang dengan tembakan yang gencar akibat adanya peledakan jembatan yang dilalui tanpa menghiraukan adanya tembakan balasan dan pasukan yang memang tidak seimbang kekuatannya. Pasukan Belanda terus bergerak maju sampai Kecamatan Burneh dikuasai dan menempatkan sebagian dari kekuatan tanknya di pasar/desa Tanjung dan sekitarnya sebagai pelindung pasukannya yang bergerak melanjutkan serangannya ke kota Bangkalan.
Batalyon VI dengan penyerangan tersebut mengundurkan diri ke gunung Kampek sebelah utara Kecamatan Burneh dan seluruh kekuatan pasukannya dipusatkan di daerab tersebut. (Lontar Madura)
Tulisan diangkat dari buku Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Madura, oleh Tim Penyusun Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Madura, 1991, Bab III, dengan sub judul : (1) Aksi Militer Belanda di Madura, (2)Pembentukan Komando Pusat Pertempuran Madura (3) Pasukan Belanda Menuju Bangkalan,(4) Gerakan Belanda dan Pendudukan Arosbaya,(5) Pengerahan Tenaga di Daerah Pendudukan Belanda, (6) Serangan Umum di Kota Pamekasan, (7) Penghianatan Dalam Pertempuran Klampar , (8) Serangan Balasan Terhadap Belanda di Desa Morsomber, (9) Pusat Pemerintahan Sipil Pindah Ke Sumenep, (10) Serangan Final Belanda Besar-Besaran Ke Sumenep
bersambung:
min ada. yang tau gk. cerita tentang letnan mestu? mohon bantuanya