Rumah atau Roma Sékot Pégun, dan kata Pégun adalah bahasa Madura serapan dari bahasa Arab, maksudnya tidak berharkat atau gundul, tidak ada ornamen diatas atapnya seperti Roma Sékot Bângsal, atau Roma Sékot Pacénan. Pada awalnya rumah bentuk demikian muncul pada abad kesembilan belas masehi. Umumnya Roma Sékot Pégun dibangun oleh penguasa untuk perumahan para Té Arjâ (Gusti Raden Aryo) yaitu keturunan atau putra Raja atau Pangeran. Kemudian Roma Sékot Pégun tersebut berkembang di pedesaan dengan adanya para Té Arjâ yang nyellér (berselir/beristri lagi diluar istri padmi) ke pedesaan. Jadi Roma Sékot Pégun sudah bernuansa Eropa, yang atapnya berbentuk jurai atau pensai. Dengan ditunjang oleh tiga buah kuda-kuda.
Bentuk di dalamnya sudah sepertì model rumah orang Eropa, di serambi ada dua buah pilar untuk pengangga bâllu’ emmor (balk mur), dan ada sosoran ke depan. Dan pada umumnya Roma Sékot Pégun berlantai tinggi sekitar 60 cm samai 120 cm, yang punya arti menunjukkan strata sosial bagi penghuninya.
Adapun Roma Sékot Pégun terdiri dan dua jenis, yaitu:
- Roma Sékot Pégun (blasa) yang di serambinya ada empat Pélar / pilar, yang dua sebagai batas akhir dan tembok serambi, sedangkan yang dua berada ditengah antara dua buah pilar dipinggir kanan kin serambi. Dan mempunyai sosoran yang ditunjang dengan empat buah tiang besi, tiang besi tersebut menopang pada hék (pagar tembok setinggi 60 cm) yang mengelilingi sisa serambi yang tidak bertembok, dan di depannya diberi pintu keluar masuk sekitar selebar 3 meter dan diberi tangga berundak sesuai dengan kebutuhan. Dan disamping kanan kiri tangga diberi hék (pagar tembok setinggì 60 cm) juga dengan posisi miring menurun kedepan.
- Roma Sékot Pégun Marsusian yang sama persis dengan Roma Sékot Pégun diatas, juga memakal sosoran, tapi sosorannya ditunjang dengan gerbil tonalé (siku belalai) dan besi yang bentuknya meliuk-liuk bagai belalai gajah, yang menopang pada empat buah Pilar. Dan sosoran tersebut tidak ditunjang lagi dengan tiang seperti Roma Sékot Pégun. Dengan adanya demikian di depan serambi tidak ada héknya (pagar tembok yang rendah). Di atas bâllu’ emmor ada tembok, dan disana biasanya ada ngén-angén dan kaca sebanyak 6 (enam) buah dan kacanya berwarna merah hijau dan kuning.