Lintu Tulistyantoro
Ruang Tinggal
Ruang tinggal atau rumah adalah ruang utama, memiliki satu pintu utama dan hanya terdiri atas satu ruang tidur yang dilengkapi serambi. Ruang bagian belakang atau bagian dalam sifatnya tertutup dan gelap. Pembukaan hanya didapati pada bagian depan saja, baik berupa pintu maupun jendela, bahkan rumah yang sederhana tidak memiliki jendela. Ruang dalam ini adalah tunggal, artinya ruang ini terdiri atas satu ruang dan tanpa sekat sama sekali. Fungsi utama ruang tersebut adalah untuk mewadahi aktifitas tidur bagi perempuan atau anak-anak. Serambi memiliki dinding setengah terbuka, pembukaan hanya ada di bagian depan. Fungsi utama ruang ini adalah sebagai ruang tamu bagi perempuan.
Bangunan rumah berdiri di atas tanah, dengan peninggian kurang lebih 40 cm. Bahan lantai sangat bervariasi mulai dari tanah yang dikeraskan sampai dengan pemakaian bahan lain seperti plesteran dan terakota. Pemakaian bahan tergantung kepada kemampuan ekonomi masingmasing keluarga yang menempati. Bahan untuk dinding dan struktur terdiri dari kayu, bambu, tabing atau bidik dan tembok. Penutup atap menggunakan genteng dan sebagian menggunakan bahan dari belli (daun nipah), atau ata’ alang (ilalang). Bahan pintu utama rumah selalu terbuat dari kayu, sedangkan ukiran hanya digunakan pada masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi.
Susunan bangunan rumah tinggal, antara bangunan satu dengan yang lain, ada yang tersambung ada pula yang terlepas satu dengan yang lain. Bentuk bangunan untuk masingmasing rumah sangat independen, tidak bergantung pada hirarki tetapi bergantung pada tingkat ekonomi keluarganya.
Bentuk bangunan yang digunakan dapat dibedakan melalui bentuk denah, letak tiang utama dan bentuk atap. Berdasarkan bentuk denah bangunan dibedakan menjadi slodoran atau malang are dan sedana. Slodoran terdiri atas satu ruang dengan dua pintu dan satu serambi serta memiliki satu pintu keluar. Sedana memiliki dua ruang dan dua pintu tetapi memiliki satu serambi dengan satu pintu keluar. Kedua tipe tersebut rata-rata dimiliki masyarakat biasa.
Sementara rumah bangsawan memiliki komposisi yang berbeda, tapi tidak dibahas dalam bahasan ini.
Berdasarkan letak tiang utamanya dapat dibedakan atas bangsal dan pegun. Kedua tipe tersebut dapat dikenali melalui tampilan luarnya. Bangsal berbentuk seperti Joglo Jawa yang terpancung di kanan kirinya, pegun seperti limasan yang memiliki emper pada bagian depan dan belakang. Kedua tipe ini memiliki kesamaan struktur yaitu empat sasaka (tiang) utama.
Bangsal selalu dilengkapi bubungan nok yang berbentuk tanduk atau ekor naga, sementara pegun tidak. Bangsal keempat tiangnya terletak di tengah dengan posisi bujur sangkar, pegun empat tiangnya terletak di pinggir mendekati tembok dengan komposisi empat persegi panjang.
Dari bentuk atap dikenal istilah pacenan, jadrih, trompesan. Bentuk pacenan, hampir selalu tampil dalam bentuk rumah tipe bangsal, dengan hiasan bubungan yang berupa tanduk atau ekor ular. Kata ‘pacenan’ ini berasal dari kata ‘pa-cina-an’, atau seperti bangunan cina. Jadrih memiliki dua bubungan. Rumah ini dalam penyelesaiannya bisa juga dengan sebutan pacenan karena tercirikan pada bentuk bubungannya. Trompesan adalah atap kampung dengan patahan tiga bagian.