Oleh: Venita Nurdian
Pagi hari rombongan pengantin pria diiringi bunyi-bunyian kesenian hadrah dan saronen menuju ke rumah mempelai wanita untuk melaksanakan upacara ngekka’sangger. Di Madura orkes saronen dikaitkan dengan sapi (pada waktu karapan sapid an untuk pertandingan kecantikan sapi betina), dengan kuda (untuk upacara ritual di makam keramat atau untuk pesta perkawinan), (Helene Bouvier, 2002:56). Di belakangnya beriringan para remaja serta orang dewasa membawa barang-barang yang disebut bingkisan (barang bawaan pihak laki-laki) penganten pria dengan gagah menaiki kuda hias (jaran serek) busana pengantin yang dipakai masih belum lengkap. Iring-iringngan membawa beberapa macam bingkisan berupa:
- Barisan pertama atau panyangge’, berupa sepasang ayam dari kayu yang melambangkan tekad pengatin pria yang ulet dalam menempuh kehidupan.
- Barisan kedua membawa dulban, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dulban adalah sejenis roti kemudian di atas roti tersebut ditancapkan bendera berupa uang kertas. Uang kertas tersebut bias bermacam-macam nominalnya semakin besar angka nominal uangnya maka semakin tinggi pula status sosial dari pihak pengantin pria. Hal tersebut juga melambangkan tekad pengantin pria memberikan kesejahteraan material dalam menempuh kehidupan bersama secara lahir batin.
- Barisan ketiga, pembawa bunga sekar mayang kelapa melambangkan kehidupan yang selalu berlimpah rezeki.
- Barisan empat, pembawa sirih dan pinang dengan lengkap e. Barisan kelima, pembawa pangonong melambangkan kesanggupan dan keuletan kita sebagai petani dalam mengolah pertanian dan perkebunan yang makmur.
- Barisan keenam, pembawa judang berupa sebuah peti yang berisi keperluan rumah tangga.
- Barisan ketujuh, pembawa aneka macam kue. Pada tahapan ini disebut juga babbarang yaitu mengantarkan bahan-bahan yang diperlukan sebagai jamuan untuk orang-orang yang datang pada acara akhir yaitu pangantan jajar. Jenis barang yang dibawa adalah berupa kue dan jenis lauk
Dudul, bajik, tettel bahan berupa palotan, nyeor, gula merah. Khusus tettel tidak memerlukan gula. Palotan memiliki spesifikasi melekat atau perekat. Nyeor yang diambil santannya biasaya yang sudah tua, orang memiliki sifat ketuaan seperti nyeor tadi diharapkan bersifat bijaksana. Gula merah dimaksudkan memiliki keberanian menghadapi hidup, cobaan dan tantangan serta memiliki masa depan yang manis dalam artian cerah. Dudul yang bertekstur halus dilambangkan dengan wanita sedang bajik yang teksturnya kasar dilambangkan dengan laki laki, dan tettel yang hanya berwarna putih melambangkan harta yang bersih halal. Dudul dan bajik pasangan jajan yang selalu ada, ini dimaksukan pasangan ini selalu ada bersama, akur, tidak bertengkar, lengket dan bekerja sama. Dengan adanya tettel mereka diharapkan mencari atau mendapatkan harta dengan cara yang halal dan baik.