Sebagaimana pembangunan monumen umumnya, Monumen Arek Lancor yantg berdiri di jantung Kota Pamekasan, Madura, Jawa Timur ini merupakan bentuk penghargaan dan pengabadian pada para pejuang yang telah mempertahankan dan membebaskan daerahnya dari jajahan.
Dan seharusnyalah, bila generasi selanjutnya ikut merasakan, betapa para pejuang ketika bertempur antara hidup dan mati, membela tanah yang dipijak dan diinjak-injak oleh kolonial Belanda pada saat itu yang kemudian melahirkan amarah, dendam dan membelanya demi kelanjutan hidup anak cucu dan generasi berikut.
Sejarah mencatat, di Pamekasan pada tanggal 26 Agustus 1947, telah terjadi sebuah perlawanan rakyat melawan sekutu di daerah Klampar, yang kemudian disebut sebagai neraka pertemuran pada masa itu. Ini satu peristiwa perlawanan dari sejumlah perjuangan rakyat Pamekasan menentas koloanisme.
Dan sebelum peristiwa heroik ini terjadi, Pamekasan memiliki sejarah panjang pada awal abad ke 16, yaitu pada masa Kejayaan Pamekasan Pada Masa Pemerintahan Pangeran Ronggosukowati, sebagai tokoh sentral sehingga menjadi dasar keberlanjutan kepemerintahan Kabupaten Pamekasan hingga saat ini.
Kesemua peristiwa bersejarah tersebut, Pamekasan lahir dan dibesarkan sebagai etnik Madura. Etnik yang memiliki simbol dan indentitas yang keras, tegas, solider dan menterjemahkan hak dan harga diri sebagai kekuatan diri dan pertahanan, yang diindentikan pada benda-benda tajam seperti, celurik, arek, lancor, keris dan lainnya sebagai media mempertahakan, pembelaan dan menyerang. Indentitas tersebut kemudian diekspresikan dalam bentuk monomen oleh masyarakat setempat, sebagai bentuk penghargaan pada para pendahulunya.