Dikisahkan oleh : Husnul Khotimah
Makam Agung adalah nama salah satu desa di kecamatan Arosbaya, Bangkalan, Madura. Dinamakan Desa Makam Agung karena di desa ini Panembahan Pangeran Pragalba dan Raden Adipati Pratanu beserta keluarganya disemayamkan. Makam yang masih kerap dikunjungi para peziarah ini dinamakan Makam Agung.
Pangeran Pragalba merupakan anak kelima Kiai Demung yang menjadi pendiri sekaligus penguasa pertama di Kerajaan Hindu-Plakaran, Arosbaya, yang kemudian menjadi cikal bakal Kota Bangkalan. Kerajaan plakaran diwariskan Kiai Demung kepada Pangeran Pragalba yang kemudian memegang tampuk pemerintahan di Kerajaan Plakaran sepeninggalnya. Pangeran Pragalba mengangkat dan menobatkan dirinya menjadi Pangeran Plakaran dari Arosbaya.
Untuk memasuki kompleks Makam Agung haruslah melewati dua pintu gerbang berbahan batu cadas kuning dari sebuah bukit di Desa Buduran, Arosbaya, Bangkalan, Madura. Bentuk gerbangnya sangat sederhana, tanpa ukiran. Namun pada gerbang kedua, yaitu gerbang untuk menuju makam Pangeran Pragalba, Raden Pratanu, dan Raden Koro ukiran di pintu gerbang sangat kental sekali napas Hindunya. Meski saat meninggal dan dimakamkannya Pragalba dalam keadaan sudah Islam, namun arsitektur kompleks pemakamannya tetap bersitektur Hindu. Pintu gerbang menuju kompleks pemakaman di Makam Agung, sangat artistic dan indah. Terkesan sekali ornament-ornamen peninggalan Jawa Hindu pra-Islam.
Makam Agung terkesan sangat kuno dan angker karena kurang disentuh renovasi, juga terkesan kurang terawat. Namun sisa kemegahan dan kekokohan kompleks Makam Agung masih tampak, meski beberapa bagian pagar dan makam sudah rusak dimakan lumut dan usia. Batu cadas kuning sudah berubah warna hijau kehitaman. Pohon tanjung yang berada di makam Raden Pratanu, meski masih berdaun dan berbunga, batang pohonnya tampak keropos, menandakan tuanya usia pohon dengan bau bunga yang khas tersebut.
Atmosfir di kompleks pemakaman raja-raja Madura Barat tersebut memang berbeda. Pohon-pohon tua dan rindang membuat kesan kompleks Makam Agung menjadi angker. Nuansa mistik dan sakral sangat terasa. Pada hari-hari tertentu, sejumlah orang, baik dari Madura maupun dari Jawa, tampak menyepi disana. Tak mengherankan jika masih banyak masyarakat sekitar dan masyarakat di Madura melakukan ziarah di makam pendiri kerajaan Islam pertama di Madura Barat tersebut. Beberapa hal yang terjadi di Makam Agung masih dipercaya membawa pertanda akan adanya kejadian luar biasa.
Salah satu pertanda yang paling dipercaya oleh masyarakat sekitar Makam Agung adalah munculnya pohon pisang secara misterius, yang mereka sebut dengan geddang agung (pisang agung). Oleh masyarakat Madura, pohon pisang tersebut dikenal dengan geddang bigih (pisang biji), yaitu pisang yang buahnya berbiji. Jika buahnya masih muda, oleh masyarakat Madura digunakan untuk campuran bumbu rujak. Namun, pohon dan buah pisang agung tak seperti pohon biasa.
Menurut Sujak, juru kunci di kompleks Makam Agung dan sudah beberapa kali melihat pemunculan pisang agung tersebut, batang pohon pisang agung jauh lebih besar dan lebih tinggi dari pohon pisang biasa. Pelapah daunnya bisa sebedar lengan orang biasa, dengan lembar daun yang sangat lebar.
Buahnya sangat besar. Demikian pula dengan bijinya. Selain menjadi pertanda zaman, jika pohon pisang tersebut muncul, maka masyarakat sekitar akan terus melakukan doa dan tirakat di Makam Agung. Mereka mengharap pemunculan pisang agung yang tiba-tiba itu tidak membawa petaka.
Selain itu, masyarakat akan menunggu matangnya buah pisang agung. Jika matang, masyarakat akan berebut untuk mendapatkan buah pisang tersebut. Mereka percaya, buah pisang agung jika diuntai menjadi tasbih akan membawa kemustajaban dalam doa dan dzikir.
Tetapi, dalam sejarah pemunculannya, pisang agung hanya berbuah satu kali. Dalam pemunculannya yang lain tidak berbuah. Sujak mencatat, pisang agung muncul hingga berbuah menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 dan ketika Presiden Soeharto akan lengser pada 1998 silam.
Pada saat pemberontakan PKI, Gerakan 30 September 1965, pisang agung juga tiba-tiba muncul dari tanah. Lalu tahun 1966, ketika menjelang jatuhnya Presiden Soekarno, pisang agung juga nongol secara ajaib. Pada saat reformasi tahun 1998, pisang agung muncul lagi. Kemudian ketika pemilihan presiden tahun 2004, pisang agung juga muncul. Tapi pisang agung hanya muncul sesaat, lalu kemudian hilang.
Sujak menceritakan, pisang agung muncul di tempat yang tidak tetap. Setiap pemunculannya selalu sudah dalam keadaan setinggi paha orang dewasa. Tiba-tiba muncul begitu saja. Letak mata angin munculnya pisang agung juga dijadikan tanda dimana akan terjadi sebuah kejadian luar biasa.
Jika pisang agung muncul, tumbuh, hingga berbuah berarti sebuah kejadian luar biasa terjadi di tanah air. Tetapi, jika pisang agung muncul, tetapi kemudian hilang begitu saja, kejadian tersebut tidak begitu luar biasa.
Anehnya, setiap pemunculan pisang agung selalu dibarengi dengan pemunculan sosok Pangeran Pragalba dalam mimpi Sujak. Diceritaka, Pangeran Pragalba adalah sosok dengan postur tinggi besar. Rambutnya yang panjang dan beruban diurai, ataupun digelung ke belakang. Wajahnya tampan, hidungnya macung, sorot matanya tajam Tidak berkumis. Jenggotnya tidak terlalu panjang, yang juga dipenuhi uban. Pangeran Pragalba selalu mengenakan pakaian yang terbuat dari kain putih yang dibalutkan ke tubuhnya hingga dada, dan sisa kainnya diselempangkan begitu saja di bahunya, mirip cara berpakaian Pangeran Diponegoro dan para Pendeta agama Hindu.
Sementara sosok raden Pratanu, seperti diceritakan Sujak, memiliki postur tinggi besar. Rambutnya panjang, namun disanggul rapi dan ditangkup blangkon Jawa. Wajahnya klemis. Ada kumis tipis dibawah hidungnya. Setiap muncul dalam mimpi Sujak, Raden Pratanu selalu mengenakan pakaian ala beskap Jawa berwarna hitam, dengan kain sarung batik bernuansa hitam.
Jika dua sosok pendiri Kerajaan Islam di Madura Barat tersebut muncul dalam mimpi sang juru kunci, hampir bisa dipastikan pisang agung akan muncul. Juga hampir bisa dipastikan akan ada kejadian luar biasa atau perubahan di bumi Madura atau di bumi Nusantara.
Pisang agung tidak pernah mati, kecuali dia berbuah dan pohonnya ditebang. Pisang agung muncul tiba-tiba dan seketika menghilang tanpa jejak. “Tahu-tahu hilang, seolah-olah di tempat munculnya pisang agung tidak pernah tumbuh sebuah pohon. Pisang itu hilang begitu saja tanpa diketahui,” tutur Sujak.
Makam Agung adalah nama salah satu desa di kecamatan Arosbaya, Bangkalan, Madura. Untuk memasuki kompleks Makam Agung haruslah melewati dua pintu gerbang berbahan batu cadas kuning dari sebuah bukit di Desa Buduran, Arosbaya, Bangkalan, Madura. Makam Agung terkesan sangat kuno dan angker karena kurang disentuh renovasi, juga terkesan kurang terawat. Namun sisa kemegahan dan kekokohan kompleks Makam Agung masih tampak, meski beberapa bagian pagar dan makam sudah rusak dimakan lumut dan usia. Beberapa hal yang terjadi di Makam Agung masih dipercaya membawa pertanda akan adanya kejadian luar biasa. Salah satu pertanda yang paling dipercaya oleh masyarakat sekitar Makam Agung adalah munculnya pohon pisang secara misterius, yang mereka sebut dengan geddang agung (pisang agung). Menurut Sujak, juru kunci kompleks Makam Agung dan sudah beberapa kali melihat pemunculan pisang agung tersebut. Tetapi, dalam sejarah pemunculannya, pisang agung hanya berbuah satu kali. Sujak menceritakan, pisang agung muncul di tempat yang tidak tetap. Pisang agung tidak pernah mati, kecuali dia berbuah dan pohonnya ditebang.
minta tolong dimana letak astah bujuk ampos desa jeeh thong kothong. mohon di liput di lontar madur